Peta Nusa Jadi Simpul Kebersamaan untuk Kemandirian Petani
“Akibatnya, petani hanya menjadi obyek pihak lain dengan berbagai kepentingannya, baik itu ekonomi maupun politik,” tegas Bejo.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kebersamaan dan komitmen berbagai pihak terkait sangat penting untuk mengatasi berbagai persoalan pertanian dan tantangan yang dihadapi petani. Pendekatan yang individual dan pragmatis hanya merenggangkan soliditas petani dan sektor pertanian semakin tersisih.
Demikian salah satu gagasan yang dilontarkan ketika Perkumpulan Petani dan Nelayan Nusantara (Peta Nusa) dideklarasikan di Desa Pangarengan, Rajeg, Kabupaten Tangerang, Banten, awal Juli lalu.
Mewakili pendiri Peta Nusa, Bejo Rudiantoro dan Uun Widhi Untoro, menekankan bahwa visi dan kebersamaan yang kuat setidaknya mampu memecahkan beberapa persoalan pertanian.
“Kata kuncinya adalah kebersamaan, bergandengan tangan, rapatkan barisan, satukan visi hadapi permasalahan secara berkelompok, tidak individual. Dan jangan larut dalam kepentingan politik pragmatis yang hanya akan merenggangkan soliditas petani,” demikian disampaikan Bejo, Senin (17/7/2017).
Dikatakan, sejauh ini berbagai upaya untuk membangun pertanian dan pangan dalam arti luas belum optimal. Bahkan, pendekatan selama ini cenderung menjadikan petani hanya sebatas obyek.
Padahal, pilar dalam membangun pertanian dalam arti luas harus menempatkan para petani, peternak, dan nelayan sebagai pelaku utama. Untuk itu, pemberdayaan terhadap petani harus dilakukan agar semakin mandiri dan makmur.
“Petani dihadapkan pada permasalahan struktural yang seolah sulit untuk diurai, terkait dengan ekonomi, politik, sosial budaya, bahkan pertahanan dan kemanan,” tegas Bejo yang juga jebolan Universitas Gadjah Mada (UGM) ini.
Uun menambahkan bahwa simpul kebersamaan yang akan diperankan Peta Nusa harus menjadi sinergi dari berbagai pihak. Mulai dari produsen (petani, peternak, nelayan), pemerintah, penyedia jasa dan sarana pertanian, pihak swasta, hingga konsumen.
“Peta Nusa mendorong sinergi dari berbagai pihak yang mempunyai potensi dan komitmen kuat untuk petani dan pertanian,” ujar lulusan Institut Pertanian Bogor (IPB) ini.
Kebersamaan dan sinergi harus diutamakan karena banyak persoalan yang dihadapi, mulai dari iklim usaha, modal, lahan, benih unggul, pupuk, infrastruktur irigasi, sumber daya manusia, hingga teknologi yang harus diatasi.
Apalagi, petani sebagai pelaku utama sektor ini mempunyai kondisi serba dilematis. Di satu sisi mengharuskan petani bekerja keras banting tulang. Di sisi lain, para petani dihadapkan kepada tingkat kesejahteraan yang rendah.
“Akibatnya, petani hanya menjadi obyek pihak lain dengan berbagai kepentingannya, baik itu ekonomi maupun politik,” tegas Bejo.
Jika berbagai persoalan yang ada tidak segera diatasi, maka upaya mendorong kedaulatan pangan dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani akan sulit terwujud.