Temui Pimpinan KPK, Rieke Cs Bawa Dokumen Hasil Audit BPK soal Pelindo II
Rieke Diah Pitaloka bersama beberapa anggota Pansus Pelindo II, Senin (17/7/2017) siang, tiba di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menggunakan bus DPR RI, Rieke Diah Pitaloka bersama beberapa anggota Pansus Pelindo II, Senin (17/7/2017) siang, tiba di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta.
Setibanya di KPK, Rieke yang menggunakan busana warna merah itu membawa serta beberapa dokumen berisi laporan audit investigatif BPK yang diikat dengan pita berwarna merah putih.
"Ini mau ketemu pimpinan, kami perwakilan dari Pansus Angket DPR RI untuk Pelindo II akan memberikan laporan audit investigatif BPK," ucap Rieke.
Rieke menjabarkan ada sekitar lima temuan spesifik yang diperoleh BPK dalam proses pemeriksaan investigatif atas kontrak dalam pengoprasian PT JICT, yang ditandatangani pada 5 Agustus 2014.
Pertama, rencana perpanjangan PT JICT tidak pernah dibahas dan dimasukkan sebagai rencana kerja dan RJPP dan RKAP PT Pelindo II, serta tidak pernah diinfokan kepada pemangku kepentingan dalam Laporan Tahunan 2014. Padalah rencana itu telah dinisiasi oleh Dirut PT Pelindo II sejak tahun 2011.
Kedua, perpanjangan kerjasama pengelolaan dan pengoprasian PT JICT yang ditandatangani PT Pelindo II dan HPH tidak menggunakan permohonan ijin konsesi kepada Menteri Perhubungan terlebih dahulu.
Ketiga, penunjukkan Hutchison Port Holding oleh PT Pelindo II sebagai mitra tanpa melalui mekanisme pemilihan mitra yang seharusnya.
Keempat, perpanjangan kerjasama pengelolaan dan pengoprasian PT JICT ditandatangani oleh Pelindo II dan Hutchison Port Holding tanpa terlebih dahulu mendapat persetujuan RUPS dan persetujuan dari Menteri BUMN.
Kemudian penyimpangan kelima yang dinilai krusial, yakni soal penunjukkan Deutsche Bank sebagai financial advisor. BPK menduga, penunjukan itu bertentangan dengan peraturan perundangan.
"BPK telah mengeluarkan audit investigatif tahap pertama. Hasilnya terjadi indikasi berbagai pelanggaran terhadap hukum Indonesia yang kemudian potensi kerugian mencapai Rp 4,08 triliun," tegas Rieke.
Terakhir Rieke juga berharap audit investigasi dari BPK tersebut selanjutnya ditindaklanjuti dengan proses hukum oleh KPK.
Pada kasus dugaan korupsi pengadaan QCC di PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II tahun anggaran 2010, KPK baru menetapkan eks Dirut PT Pelindo II RJ Lino, sebagai tersangka pada 18 Desember 2015.
Lino diduga menyalahgunakan wewenangnya selama menjadi Dirut PT Pelindo II dengan menunjuk langsung perusahaan asal Tiongkok, Wuxi Huadong Heavy Machinery Co Ltd (HDHM), dalam proyek pengadaan QCC.
Atas perbuatannya RJ Lino dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.