Habiburokhman dan Advokat Cinta Tanah Air Ajukan Uji Materiil UU Pemilu
Habiburokhman, Ketua Dewan Pembina Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) mengajukan permohonan uji materiil terhadap Undang-undang Pemilu
Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Habiburokhman, Ketua Dewan Pembina Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) mengajukan permohonan uji materiil terhadap Undang-undang Pemilu 2017 yang baru saja disahkan oleh DPR ke Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (24/7/2017) siang.
Uji materiil terutama terkait dengan keberadaan Pasal 222 dalam UU tersebut yakni membatasi pencalonan presiden dan wakil presiden dengan ambang batas 20 persen jumlah kursi di legislatif atau 25 persen suara sah nasional.
Wakil Ketua ACTA Hendarsam Marantoko menyebut ada tiga poin utama dalam laporannya ke MK.
Yang pertama ACTA menyebut Pasal 222 UU Pemilu 2017 menabrak logika sistem presidential yang diatur dalam Pasal 4 UUD 1945.
"Kami menilai aturan itu menabrak logika, bagaimana bisa calon presiden yang merupakan pemegang kekuasaan tertinggi justru mengacu pada hasil pemilu legislatif. Kami juga menilai sistem tersebut membuka peluang adanya bagi-bagi jabatan kepada politisi dari partai pendukung yang mengindikasikan tersanderanya presiden terpilih," jelasnya.
Dalam laporannya tersebut, ACTA sebagai kuasa hukum Habiburokhman mengacu pada Pasal 6A Ayat 1 UUD 1945 yang menyebut capres dan cawapres diusulkan oleh parpol tanpa ada persyaratan berapa perolehan kursi di parlemen atau suara sah nasional pada pemilu sebelumnya.
Menurutnya hal itu diperkuat dengan tidak adanya fakta bahwa pembuat UU memiliki kewenangan untuk membuat perayaratan lebih lanjut yang mengatur partai pengusul calon presiden.
"Dengan syarat-syarat seperti itu mengindikasikan adanya diskriminasi terhadap setiap parpol yang sebenarnya berhak mengajukan capres dan cawapres. Terutama partai-partai yang tidak memiliki jatah kursi mencapai 20 persen di legislatif," terangnya.
Hendarsam menjelaskan pihaknya akan segera melengkapi laporannya lebih detail dalam waktu dua minggu batas waktu setelah laporan pertama dilayangkan ke MK.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.