Pakar Hukum Pidana Romli Atmasasmita Ragukan Penetapan Setya Novanto Sebagai Tersangka
Profesor Romli Atmasasmita menilai, majelis hakim perkara korupsi e-KTP tidak menemukan keterkaitan Ketua DPR Setya Novanto pada kasus korupsi e-KTP.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum pidana, Profesor Romli Atmasasmita menilai, majelis hakim perkara korupsi e-KTP tidak menemukan keterkaitan Ketua DPR Setya Novanto pada kasus korupsi yang menimbulkan kerugian negara Rp 2,3 triliun tersebut.
Karena itu, nama Setya Novanto tidak disebut sebagai pihak yang turut serta melakukan korupsi.
Romli menyatakan, putusan hakim harus jelas. Jika seseorang dianggap terlibat perkara, maka nama orang tersebut harus disebutkan.
"Mungkin juga disebut ada pihak lain, tapi dalam pertimbangan hakim, itu harus jelas. Kalau tidak ada namanya, berarti hakim meragukan atau tidak yakin ada keterlibatan Novanto," kata Romli saat dihubungi, Minggu (23/7/2017).
Romli menambahkan, jaksa telah gagal meyakinkan hakim bahwa Novanto terbukti melakukan atau turut serta melakukan tindak pidana korupsi proyek e-KTP.
Jaksa juga gagal membuktikan bahwa pertemuan antara Irman, Sugiharto, Andi Agustinus dan Setya Novanto, dilakukan untuk mengatur bagi-bagi uang pelicin kepada sejumlah pihak termasuk anggota DPR terkait proyek e-KTP.
"Harus dibedakan, pertemuan untuk melakukan kejahatan atau pertemuan untuk menggolkan suatu proyek. Itu beda. Rupanya KPK belum punya bukti kuat. Walaupun Novanto sudah ditetapkan sebagai tersangka, tetapi jaksa tidak menyebut dalam tuntutannya bahwa dia terlibat atau menerima uang," kata Romli.
Karena tak ada bukti cukup untuk menjerat Novanto, Romli mempertanyakan keabsahan penetapan tersangka Ketua Umum Partai Golkar tersebut oleh KPK.
"Saat menetapkan Novanto sebagai tersangka, itu buktinya mana. (Kalau tidak ada) berarti penetapan tersangka itu terburu-buru. Sehingga hakim tidak memasukkannya dalam pertimbangan. Menyebut namanya juga tidak. Hakim tidak yakin Novanto terlibat," papar Romli.
Pada Kamis pekan lalu, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis terhadap dua terdakwa kasus korupsi e-KTP yakni Irman dan Sugiharto.
Kedua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri itu divonis 7 tahun dan 5 tahun.
Dalam putusan, hakim menyebut tiga nama anggota DPR yang diduga menerima uang hasil korupsi tersebut. Ketiganya adalah Miryam S Haryani dari Hanura dan Markus Nari serta Ade Komaruddin dari Golkar.
Hal ini bertolak belakang dari pemberitaan yang berkembang yang menyatakan diduga ada banyak anggota DPR periode 2009-2014 yang menerima uang proyek e-KTP. Salah satunya adalah Setya Novanto yang kini menjabat Ketua DPR.
Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Irene Putrie mengakui, putusan hakim pada persidangan Irman dan Sugiharto hakim tidak menyertakan Setya Novanto dalam pasal penyertaan.
Padahal, sejak dakwaan hingga tuntutan, jaksa yakin Setya Novanto adalah otak di balik korupsi e-KTP tahun anggaran 2011-2012.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.