Tunggu SK Pembubaran, Hizbut Tahrir Siapkan Gugatan ke PTUN
HTI hingga saat ini mengaku belum mendapat surat keputusan pencabutan status badan hukum organisasi itu dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) hingga saat ini mengaku belum mendapat surat keputusan pencabutan status badan hukum organisasi itu dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Setelah mendapatkan surat keputusan tersebut HTI berencana mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara, diwakili advokat Prof Dr Yusril Ihza Mahendra.
"Kami sudah mengajukan judisial review (pengujian undang-undang) ke Mahkamah Konstitusi. Kedua sedang menyiapkan diri menggugat putusan pemerintah mencabut badan hukum HTI ke PTUN. Kami juga mendorong anggota DPR untuk menolak Perppu No 2 Tahun 2017 tentang Ormas. Ini adalah langkah politik," ujar Juru Bicara HTI, Ismail Yunanto, di Jakarta, Minggu (23/7/2017).
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Hukum dan HAM telah mencabut status badan hukum HTI pada 19 Juli lalu setelah penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No 2 Tahun 2017 tentang Ormas.
Setalah dilakukan pencabutan surat keputusan badan hukum HTI, ormas tersebut dinyatakan bubar sesuai pasal 80A Perppu Nomor 2 Tahun 2017.
"HTI sudah tidak ada karena sudah dicabut keorganisasian oleh pemerintah," tutur Ismail Yunanto.
Setelah pembubaran ormas itu, katanya, anggota dan pengurus HTI di seluruh Indonesia mencoba menyikapi keadaan secara tenang dan penuh kesabaran.
Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Soedarmo membantah berita yang mengakabarkan dirinya melarang pengibaran bendera tauhid yang identik dengan logo dan lambang HTI.
"Yang kami larang itu adalah bendera dengan simbol HTI, bukan bendera tauhid. Keduanya berbeda. Kalau bendera HTI mencantumkan tulisan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di bawah kalimat tauhid," kata Soedarmo, di Jakarta, Minggu.
Menurutnya ada sejumlah media yang menyebarkan informasi tak benar dan provokatif tanpa melihat dampak yang akan timbul.
Ia mengimbau agar publik tak bersikap reaktif dan terpancing oleh isu-isu pemberitaan seperti ini.
Soedarmo menjelaskan, sejak pemerintah mencabut status badan hukumnya, HTI tak boleh melakukan aktivitas. Termasuk menutup tempat-tempat yang dijadikan sebagai kantor.
Ditjen Polpum Kemendagri juga telah meminta Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) di daerah bersama jajaran Kominda (Komite Intelejen Daerah) beserta unsur lainnya melakukan pengawasan terhadap HTI atas aktivitas mereka.
Merasuk ke Semua Lapisan
Pengamat politik yang juga merupakan Komisaris Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara, Boni Hargens, menyebut HTI telah merasuk ke semua kelompok masyarakat.
Menurutnya, tidak sedikit dari pegawainya yang merupakan anggota dan simpatisan HTI.
"Bahkan ada yang masuk ke ruangan saya dan menghina saya menggunakan kata-kata kasar. Padahal dia adalah pegawai di Antara, ini benar terjadi karena dia pendukung HTI," ungkap Boni saat diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, Minggu.
Bukan hanya di badan usaha milik negara (BUMN), Boni menduga ajaran HTI yang mengusung konsep khilafah, diduga telah merasuk ke parlemen.
Bukti nyatanya, kata Boni, terbitnya UU No 17 Tahun 2013 tentang Ormas yang sangat longgar dalam menghukum organisasi anti-Pancasila dan NKRI.
Pendiri NU Online, Syafiq Ali mengatakan dalam laman resmi HTI disebutkan agar TNI segera melakukan kudeta terhadap pemerintahan yang dinilai telah menjadi thogut (setan).
"Apa mungkin, bisa jadi juga ajaran HTI sudah masuk di tubuh TNI. Bukan hanya di birokrasi dan parlemen misalnya. Seperti di beberapa negara yang terjadi kudeta oleh angkatan bersenjatanya," ujarnya.
Syafiq Ali menyebut HTI merupakan gerakan politik untuk meruntuhkan landasan negara Pancasila dan mengubah sistem kenegaraan menjadi Khilafah Islamiyah.
Namun tidak ada alasan bagi masyarakat untuk memusuhi mantan anggota dan pengurus HTI.
"Ini yang juga sempat dikatakan Ketua Umum PBNU (KH Said Aqiel Siradj) agar jangan sampai memusuhi mantan anggotanya. Mereka juga tetap saudara-saudara kita," katanya.
Dijelaskannya, HTI selama ini sudah mengajari kepada pengikutnya untuk menentang Pancasila dan keberagaman yang selama ini tumbuh baik di Indonesia.
Namun, tidak serta merta, penegak hukum langsung menerapkan pasal pidana kepada pengurus HTI.
"Saya termasuk orang yang tidak sepakat apabila ada pengurus HTI yang dipidana. Hanya saja, apabila ada kajian dari HTI, perlu dibubarkan, saya sepakat, karena secara organisasi, mereka sudah tidak boleh lagi berjalan," jelasnya. (tribunnetwork/rio/gle)