Ditinggal Gerindra, Fadli Zon: Pansus Angket Sudah Tak Efektif Lagi
“Saya kira bukanlah ya. Karena kalau mau seperti itu kenapa tidak dari awal? Kami lihatnya perjalanan kinerja saja."
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menganggap Panitia Khusus (Pansus) Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah tak efektif lagi.
Itu yang menyebabkan Partai Gerindra DPR menyatakan keluar dari pansus. Fadli menyebut, pihaknya belum menemukan bukti yang signifikan dalam kunjungan ke Lapas Sukamiskin dan pemanggilan beberapa pihak.
Hal itu, menurut Fadli, juga menjadi alasan bagi partainya untuk keluar dari Pansus.
“Sehingga Fraksi Gerindra DPR melihat bahwa ini tidak menjadi pansus yang bisa efektif. Saya kira itu salah satu alasannya,” kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (25/7/2017).
Ia mengakui, saat ini Pansus memang terkesan melemahkan KPK. Namun demikian, ia menghormati keberadaan Pansus untuk terus melanjutkan tugasnya hingga masa waktu kerja berakhir.
Fadli membantah bila keluarnya Gerindra dari Pansus bertujuan menyudutkan partai pendukung pemerintah yang saat ini banyak tergabung di Pansus.
“Saya kira bukanlah ya. Karena kalau mau seperti itu kenapa tidak dari awal? Kami lihatnya perjalanan kinerja saja. Ada silang pendapat juga di dalam seperti menemui koruptor,” lanjut Fadli.
Sejak disahkan pembentukannya, tujuh fraksi yakni PDIP, Golkar, Nasdem, Hanura. PKB, PPP, PAN dan Gerindra mengirimkan perwakilannya ke pansus. Belakangan, Fraksi Gerindra DPR menilai pembentukan pansus bermasalah.
“Alasan pertama untuk membentuk pansus itu kan ada syarat. Bicara pembentukannya Ketua Pansus sekarang enggak memenuhi syarat yang sesuai dengan Tatib (tata tertib) DPR dan Undang-undang MD3,” ujar Wakil Ketua Fraksi Partai Gerindra, Desmond Junaidi Mahesa.
Alasan lainnya adalah kerap diadakan agenda dadakan. Misalnya, soal keberangkatan pansus ke lembaga pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung.
Desmond mengaku pihaknya tak setuju, namun pansus tetap berangkat.
Pansus Angket KPK sendiri tetap lanjut, tak terpengaruh mundurnya Partai Gerindra. Pansus bahkan mengundang terpidana Kasus Suap Sengketa Pilkada Muchtar Effendi.
Dalam kesempatan itu Muchtar langsung berkicau bahwa penyidik KPK Novel Baswedan ingin mengambil harta kekayaannya. Padahal dalam putusan MA, Muchtar mengatakan harta kekayaannya tidak disita negara.
“Saya punya pemikiran bahwa Novel Baswedan benar dia mau ambil harta saya mau dibagi ponakan saya yang haus kekayaan. Tapi dia takut kepada Allah. Alhamdulillah semua terbuka sampai sekarang,” kata Muchtar di hadapan, Pansus Angket KPK di Gedung DPR, Jakarta.
Muchtar juga mengaku pernah akan ditembak Novel Baswedan yang menangani kasusnya.
“Tanggal 2 Juli 2014, saya akan ditembak oleh Novel ketika saya mau berangkat Salat Isa dan tarawih di musala MOI karena saya tidak mau menyaksikan perampasan Mobil Jazz B 167 TJF milik istri saya oleh KPK Novel,” kata Muchtar.
Muchtar Effendi juga mengaku pernah didatangi utusan mantan Juru Bicara KPK Johan Budi. Mereka menginginkan harta Muchtar Effendi yang dinilai cukup besar.