Kejaksaan Agung Dinyatakan Telah Melakukan Maladministrasi dalam Eksekusi Mati 'Doctor' Humprey
Pihak terkait atas maladministrasi tersebut yakni Kejaksaan Agung, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Badan Pengawas Mahkamah Agung (MA).
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga pengawas pelayanan publik Ombudsman RI menyatakan, hasil kajian menunjukan telah terjadi maladministrasi dalam pelaksanaan eksekusi terhadap terpidana mati kasus narkoba Humprey Ejike Jefferson.
Pihak terkait atas maladministrasi tersebut yakni Kejaksaan Agung, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Badan Pengawas Mahkamah Agung (MA).
Demikian diungkapkan anggota Ombudsman RI, Ninik Rahayu, dalam jumpa pers di kantor Ombudsman RI, Kuningan, Jakarta SelatanN Jumat (28/7/2017).
"Ombudsman RI menyimpulkan bahwa pelaksanaan eksekusi yang dilakukan terhadap Humprey Ejike Jefferson dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan," ungkap Ninik.
Ninik menyatakan, berdasarkan hasil kajian pihaknya, eksekusi mati terhadap Humprey seharusnya ditunda, mengingat proses grasi yang diajikan oleh Humprey tengah berlangsung.
Pelaksanaan eksekusi mati terhadap Humprey diduga melanggar Pasal 13 UU Nomor 22 tentang 2002 tentang Grasi.Jika Jokowi-Gatot VS Prabowo-AHY Bertarung di Pilpres 2019, Siapa yang Menang? https://t.co/Kfegd6H6fl via @tribunnews
— TRIBUNnews.com (@tribunnews) July 28, 2017
"Di mana disebutkan bahwa eksekusi tidak dapat dilakukan sebelum keputusan presiden tentang grasi," tuturnya.
Humprey juga sempat mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) kedua. Namun hak upaya hukum dari Humprey itu tidak diteruskan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ke MA.
Hal tersebut berbeda dengan perlakuan terhadap dua terpidana mati lainnya, Eugene Ape dan Zulfiqar Ali. Sebab, upaya PK kedua dari Eugene Ape dan Zulfiqar ditindaklanjuti.
"Ini menunjukan perlakuan diskriminasi," ujar Ninik.
Kejaksaan Agung juga tidak memenuhi hak terpidana mati dan keluarga berupa informasi atau pemberitahuan pelaksanaan eksekusi mati yang dalam ketentuannya diberikan sebelum masa 3 (tiga) kali 24 jam.
Humprey merupakan terpidana mati atas kasus kepemilikan heroin seberat 1,7 kilogram. Bandar narkoba kelas kakap berjuluk "doctor" tersebut ditangkap di Depok, Jawa Barat, pada 2003 silam.
Dalam pengadilan tingkat pertama, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonisnya dengan hukuman mati. Vonis itu diperkuat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Tak terima atas vonis tersebut, Humprey mengajukan kasasi, namun ditolak Mahkamah Agung (MA). Dan upaya Peninjauan Kembali yang diajukan pada 2007 juga ditolak oleh MA.
Humprey masuk dalam gelombang hukuman mati tahap III yang dilakukan Kejagung pada 29 Juli 2016, bersama bandar narkoba asal Indonesia Freddy Budiman dan dua terpidana lainnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.