Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Novel Baswedan: Apakah Perintah Presiden untuk Mengungkap Kasus Ini Bisa Dilaksanakan?

Lebih dari empat bulan berlalu, pelakunya belum juga tertangkap, dan polisi pun jadi bulan-bulanan kecaman -dan tuduhan juga.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Novel Baswedan: Apakah Perintah Presiden untuk Mengungkap Kasus Ini Bisa Dilaksanakan?
youtube
Penyidik KPK Novel Baswedan 

TRIBUNNEWS.COM, SINGAPURA - Novel Baswedan masih berada di sebuah rumah sakit di Singapura, untuk merawat luka-luka yang dideritanya akibat disiram air keras Selasa (11/3/2017) subuh.

Lebih dari empat bulan berlalu, pelakunya belum juga tertangkap, dan polisi pun jadi bulan-bulanan kecaman -dan tuduhan juga.

Usai pertemuan dengan Presiden Joko Widodo Senin (31/7/2017), Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan akan membentuk tim gabungan Polri-KPK untuk melakukan investigasi lebih jauh.

Baca: Mahfud MD Setuju Usul Kapolri Bentuk Tim Gabungan Usut Penyerangan Novel Baswedan

Namun dalam wawancara khusus dengan Rebecca Henschke dari BBC Indonesia di Singapura, Novel Baswedan menyatakan penolakannya atas ide pembentukan tim gabungan itu, dan kukuh menyerukan dibentuknya tim independen yang tidak melibatkan Polri.

Wawancara khusus itu meliputi tanggapannya terhadap pernyataan-pernyataan Kapolri usai bertemu presiden, keadaannya sekarang, harapannya, juga kecemasan-kecemasannya, serta hal-hal yang dia ingat saat peristiwa naas itu terjadi.

Berikut petikannya.

Berita Rekomendasi

Presiden Joko Widodo baru kemarin mengatakan lewat Kapolri Tito Karnavian, bahwa pemerintah akan membentuk tim investigasi gabungan KPK dan polisi agar kasus ini lebih serius ditangani. Bagaimana respon Pak Novel?

Yang pertama, saya melihat bahwa (tim gabungan ini) tidak ada sesuatu hal yang berbeda dengan keadaan sebelumnya.

Sehingga saya masih tidak percaya bahwa (kasus) ini akan diungkap dengan benar.

Yang kedua, ketika disampaikan akan ada kerjasama dengan KPK saya menduga bahwa Kapolri mempunyai bukti atau mendapat informasi bahwa ada jenderal atau aparat di bawahnya yang menerima suap.

Suap adalah korupsi yang menjadi domain dari tugas-tugas KPK. Dengan begitu saya menduga bahwa kerjasama itu menjadi relevan apabila ada tidak rencana korupsi yang dilakukan oleh aparatur kepolisian yang diduga terkait atau terlibat dalam teror itu.

Jadi apa yang harus dilakukan agar kasus yang serius ini bisa selesai?

Yang pertama, kita, saya sendiri, masih harus melihat apakah memang benar perintah presiden (untuk mengungkap kasus) itu dilaksanakan.

Kalau memang benar (dilaksanakan), berarti pelaku lapangan akan ditangkap.

Kita bisa lihat, apabila tidak ditangkap berarti perintah presiden akan diabaikan.

Yang kedua, apabila ingin mengetahui fakta-fakta dengan obyektif, Kapolri akan sangat terbantu apabila dibentuk tim gabungan pencari fakta.

Dengan begitu proses investigasi akan berjalan obyektif.

Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menunjukkan sketsa wajah terduga pelaku penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (31/7). Kapolri dipanggil oleh Presiden Joko Widodo untuk melaporkan perkembangan kasus Novel Baswedan.
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menunjukkan sketsa wajah terduga pelaku penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (31/7).  (ANTARA FOTO/PUSPA PERWITASARI)

Nanti Kapolri tinggal bandingkan dengan hasil yang dilakukan oleh tim investigasi sekarang.

Kapolri akan mengetahui betulkah ada proses-proses yang tidak benar dalam penyelidikan itu.

Kalau tidak dilakukan (perbandingan) demikian, bagaimana cara Kapolri bisa mengukur kinerja yang dilakukan oleh bawahannya sudah obyektif atau tidak. Tidak akan bisa lagi diukur.

Dan polisi juga mengedarkan sketsa terduga pelaku -apakah menurut Anda investigasi ini sudah berjalan di jalur yang benar?

Sketsa wajah dibuat setelah hampir tiga bulan peristiwa terjadi.

Tentu kita bisa tahu bahwa itu waktu yang lama, tiga bulan.

Orang bisa lupa: sketsa wajah dibuat dengan cara bertanya kepada saksi-saksi, ketika itu dibuat demikian lama, saya menduga ini tidak serius.

Biasanya sketsa wajah dibuat dalam seminggu pertama peristiwa, itu apabila dibuat serius. Ini setelah tiga bulan, apapun bisa terjadi.

Yang kedua, sejak awal kejadian saya sudah memberikan keterangan bahwa saya tidak melihat langsung pelakunya.

Belakangan disebutkan bahwa sketsa wajah itu dibuat untuk diperlihatkan kepada saya untuk ditanyakan apakah ini pelakunya atau bukan. Saya kira ini bukan itikad untuk mengungkap.

Apakah Anda sudah didatangi oleh tim kepolisian, karena polisi kemarin mengatakan bahwa mereka sulit memeriksa Anda secara langsung? Apakah itu betul?

Untuk mendapatkan keterangan tidak selalu dengan cara diperiksa.

Dari hari pertama satu jam pertama setelah kejadian, saya sudah ditanya oleh kepolisian oleh aparatur yang melakukan tugas di lapangan.

Saya juga beberapa jam kemudian bertemu dengan pejabat-pejabat di level atasnya, saya sudah sampaikan semua hal yang saya tahu.

Belakangan setelah proses ini, saya memahaminya bahwa ini adalah sesuatu yang tidak ingin diungkap dengan tuntas.

Saya melihat seperti tidak serius menangkap pelakunya. Itu yang saya tanyakan.

Jadi saya tidak pernah menolak memberi keterangan: saya sering memberikan keterangan.

Cuma ketika diperiksa saya bertanya, selain dari sisi formal, saya ada di Singapura yang ketika saya sedang ada di luar negeri tentunya untuk memeriksa di Singapura, Kepolisian Indonesia harus memberitahukan kepada otoritas Singapura.

Sumber: BBC Indonesia
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas