Jejak Politik Hary Tanoe dari Pengkritik Berbalik Dukung Jokowi Jadi Capres 2019
Karir politiknya dimulai sebagai Ketua Dewan Pakar Partai NasDem pada 9 Oktober 2011.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Perindo Hary Tanoesoedibjo yang selama ini kerap mengkritik pemerintahan balik arah mempertimbangkan untuk mendukung Joko Widodo (Jokowi) di Pilpres 2019.
Tentu wacana ini memancing spekulasi politik. Terutama menyangkut kepentingan di balik manuver balik kanan Hary Tanoe yang sebelumnya bersama KMP di seberang Jokowi.
Malah Sekjen Perindo Ahmad Rofiq menuturkan kemungkinan Perindo akan memantapkan langkah mendukung pencapresan Jokowi di Pilpres 2019 melalui Rapimnas yang akan digelar akhir tahun ini.
Dalam catatan Tribunnews.com, sebelum membentuk Perindo, Hary Tanoe telah memulai karir Politiknya dengan bergabung di Partai NasDem.
Karir politiknya dimulai sebagai Ketua Dewan Pakar Partai NasDem pada 9 Oktober 2011. Namun Hary memutuskan mundur pada 21 Januari 2013.
Saat itu alasan Hary mundur karena memiliki perbedaan visi dan misi dengan Ketua Dewan Majelis Nasional Partai NasDem, Surya Paloh, yang kini menjabat Ketua Umum NasDem, ketika Surya Paloh mengambil alih kendali partai.
Pengusaha media itu pun kemudian bergabung dengan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura). Minggu (17/2/2013), Hary mengumumkannya kepada publik di kantor Dewan Pimpinan Pusat Hanura.
Tak sampai setahun masuk ke Partai Hanura, pengusaha Hary langsung dilantik sebagai Ketua Bapilu partai tersebut.
Alasan pengangkatan, Hary, pengusaha media, memiliki modal politik yang besar.
Hal ini diungkapkan oleh politisi Hanura, Yuddy Chrisnandi, mantan Ketua Bappilu, saat dihubungi, Rabu (3/7/2013).
Yuddy tak menampik tudingan bahwa keberadaan Hary Tanoe sebagai Ketua Bapilu sangat diperlukan terutama dari segi modal politik yang besar.
“Kalau Pak HT diberikan amanah yang besar, siapa tahu bisa lebih all out untuk membesarkan partai. Bisa dari iklan karena Pak HT kan juga pusat aset Hanura apalagi dikabarkan dia punya kekayaan triliuan yang siap untuk jadi modal politik,” ujar mantan politisi Partai Golkar ini.
Tak lama setelah dilantik sebagai Ketua Bapilu Partai Hanura, Hary dipilih menjadi bakal cawapres, mendampingi Ketua Umum Wiranto yang maju sebagai bakal capres. Deklarasi pasangan ini digelar pada Selasa (2/7/2013), di Hotel Mercure, Jakarta Pusat.
Namun suara yang didapatkan Hanura di pileg tidak memungkinkan bagi pasangan itu untuk maju. Hary pun memutuskan mundur dari Hanura.
Saat pasangan capres dan cawapres sudah mengerucut menjadi dua pasang, Hary dan Wiranto mendukung pasangan yang berbeda. Hary mendukung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Sedangkan Wiranto bersama Hanura mendukung pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK).
Usai Pemilihan Presiden (Pilpres), Hary sempat menghilang beberapa bulan dari dunia politik.
Namun, pemilik Grup MNC ini sempat muncul kembali saat memperkenalkan partai barunya Partai Persatuan Indonesia (Perindo) kepada publik pertengahan tahun ini.
Jelang tutup tahun 2015, Hary atau akrab disapa HT ini kembali muncul. Kali ini dia mengundang banyak wartawan untuk memberikan pandangannya terhadap pemerintahan Jokowi yang telah lebih dari setahun.
Kritikannya pun cukup pedas. Mulai dari revolusi mental hingga perekonomian tak luput dari pantauannya.
Taipan media Tanah Air ini pun sempat melemparkan kritik keras kepada Presiden Jokowi yang dinilainya tidak tegas bersikap dalam mengatasi kasus dugaan penodaan agama yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Kritik itu dilemparkan Hary dalam wawacara dengan ABC, setelah ia menyatakan keinginannya untuk bertarung merebut kursi presiden Indonesia. Adapun pemilihan presiden akan kembali digelar pada 2019.
Dalam kritiknya Hary mengatakan bahwa demonstrasi besar-besaran di Jakarta pada awal Desember kemarin tidak akan terjadi jika Jokowi bertindak tegas.
Sayangnya dia tak menjabarkan tindakan tegas seperti apa yang perlu diambil presiden untuk mengatasi aksi tersebut.
"Jika presiden, Jokowi, merespon dengan cepat, kita tidak akan melihat protes pada 2 Desember," kata Hary seperti yang diulas ABC, Senin (2/1/2017).
"Masalahnya terletak pada Presiden Jokowi. Dia harus menunjukkan kepemimpinan yang tegas untuk membuat masyarakat tenang," imbuh Hary saat itu.
Sebelumnya juga, Hary mengatakan akan mencalonkan diri sebagai presiden.
"Jika tak ada yang bisa saya percaya untuk mengatasi masalah-masalah di negara saya, maka saya akan mencalonkan diri sebagai presiden," kata Hary.
"Ini bukan untuk diri saya sendiri, tetapi bagi negara saya," kata Hary yang menambahkan bahwa Indonesia butuh "seorang pemimpin yang punya integritas, yang bisa memberikan solusi bagi negara."