ACTA: Ini yang Dilanggar Aturan Presidensial Treshold
Dalam permohonannya yang dibacakan di depan majelis hakim Mahkamah Konstitusi, ACTA memperkarakan Pasal 222 mengenai presidensial treshold.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan pembina Advokat Cinta Tanah Air (ACTA), Habiburokhman melayangkan gugatan uji materi terhadap Undang-undang Pemilu yang baru saja disahkan DPR ke Mahkamah Konstitusi.
Dalam permohonannya yang dibacakan di depan majelis hakim Mahkamah Konstitusi, ACTA memperkarakan Pasal 222 mengenai presidensial treshold.
Pasal tersebut oleh ACTA dinilai menabrak sejumlah aturan.
"Yang jadi batu uji pasal 4, pasal 6a pasal 28 d ayat 1 dan 3uud 1945," ujar salah satu tim Pemohon, Hendarso Marantoko saat membacakan permohonannya di Mahkamah Konstitusi, Kamis, (3/8/2017).
Kepada majelis hakim hendarso menjelaskan menganai pasal 222 yang bertentangan dengan pasal 6a.
Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa calon presiden diusulkan oleh Parpol sebelum Pemilu.
"Pasal 6a tersebut bahwa yang bisa mengusulkan Capres adalah parpol dan umum. Tidak ada pembatasan perolehan kursi atau suara sah nasional,"ujarnya.
Presidensial Treshold juga menurutnya melanggar pasal 28 ayat d UUD 1945. Dalam pasal disebutkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan perlakuan sama di hadapan hukum.
Dengan ditetapkan ambang batas 20 persen, maka Parpol yang belum pernah mengikuti Pemilu, tidak mengusung calon presiden dan wakil presiden.
"Selain itu Pasal 222 bertentangan 28 d ayat 3. setiap warga negara turut Serta dalam pemerintahan. Mendapatkan kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Asas memilih. Kurang lebih itu," katanya.
Oleh karena itu dalam permohonannya ACTA meminta MK untuk menyatakan pasal 222 tersebut bertentangan dengan Pasal 4, 6a, 28 d ayat 1 dan 3 UUD 1945. Serta menyatakan bahwa pasal 222 tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,
"Kami juga meminta MK menerima dan mengabulkan seluruh pemohon yang diakukan pemohon," ujarnya.