Manuver Cerdas Dalam Tekanan Kasusnya, HT Balik Dukung Jokowi
Hubungan HT dengan kelompok sektarian seperti para aktivis 212, yang keras mengkritik Presiden Jokowi
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Manuver politik yang cerdas saat situasi Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo (HT) ada dalam tekanan kasusnya, menyatakan mendukung kepada Joko Widodo (Jokowi) di Pilpres 2019.
Demikian dinyatakan pengamat politik Boni Hargens kepada Tribunnews.com, Kamis (3/8/2017) menanggapi wacana Perindo berbalik dari mendukung Prabowo Subianto menjadi mendukung Joko Widodo (Jokowi) sebagai Capres dalam Pilpres 2019.
"Itu manuver yang cerdas dalam situasi dimana HT ada dalam tekanan kasusnya. Hanya saja, niat bergabung dengan pemerintah harus dibuktikan dengan serius," kata Boni Hargens, kepada Tribunnews.com.
Hubungan HT dengan kelompok sektarian seperti para aktivis 212, yang keras mengkritik Presiden Jokowi, mesti diluruskan lagi karena tidak bisa pungkiri kedekatannya.
Bergabungnya HT, menurut Boni Hargens, ini bisa menjadi keuntungan buat Jokowi.
Karena HT akan menjadi kekuatan yang bisa meredam gerakan yang mengatasnamakan agama.
"Tapi bisa juga jadi bencana kalau komitmen Perindo tidak serius," ujarnya.
"Saya pribadi percaya, HT dan Perindo punya komitmen serius mendukung pemerintah di 2019," katanya.
Dengan demikian hal itu bisa memudahkan PDI Perjuangan dan partai lain bertarung melawan oposisi di pilpres 2019 mendatang.
Namun ada tantangan. Kehadiran HT dan Perindo belum tentu bisa diterima oleh rekan koalisi pendukung Pemerintah, seperti NasDem dam Hanura.
"Karena masa lalu pak HT dan Surya Paloh serta Wiranto ketika sama-sama ada di Nasdem dan Hanura. Namun tantangan ini juga bisa menjadi momentum untuk rekonsiliasi meski itu tidak mudah," katanya.
Hal terpenting yang harus ditunjukkan oleh Perindo adalah komitmen moral bukan hanya komitmen politik.
"Karena mendukung Jokowi bukan soal sharing kue kekuasaan melainkan soal sharing ide, narasi, dan aksi untuk membangun Indonesia," katanya.
Dalam catatan Tribunnews.com, sebelum membentuk Perindo, Hary Tanoe telah memulai karir Politiknya dengan bergabung di Partai NasDem.
Karir politiknya dimulai sebagai Ketua Dewan Pakar Partai NasDem pada 9 Oktober 2011. Namun Hary memutuskan mundur pada 21 Januari 2013.
Saat itu alasan Hary mundur karena memiliki perbedaan visi dan misi dengan Ketua Dewan Majelis Nasional Partai NasDem, Surya Paloh, yang kini menjabat Ketua Umum NasDem, ketika Surya Paloh mengambil alih kendali partai.
Pengusaha media itu pun kemudian bergabung dengan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura). Minggu (17/2/2013), Hary mengumumkannya kepada publik di kantor Dewan Pimpinan Pusat Hanura.
Tak sampai setahun masuk ke Partai Hanura, pengusaha Hary langsung dilantik sebagai Ketua Bapilu partai tersebut. Alasan pengangkatan, Hary, pengusaha media, memiliki modal politik yang besar.
Hal ini diungkapkan oleh politisi Hanura, Yuddy Chrisnandi, mantan Ketua Bappilu, saat dihubungi, Rabu (3/7/2013).
Yuddy tak menampik tudingan bahwa keberadaan Hary Tanoe sebagai Ketua Bapilu sangat diperlukan terutama dari segi modal politik yang besar.
“Kalau Pak HT diberikan amanah yang besar, siapa tahu bisa lebih all out untuk membesarkan partai. Bisa dari iklan karena Pak HT kan juga pusat aset Hanura apalagi dikabarkan dia punya kekayaan triliuan yang siap untuk jadi modal politik,” imbuh mantan politisi Partai Golkar ini.
Tak lama setelah dilantik sebagai Ketua Bapilu Partai Hanura, Hary dipilih menjadi bakal cawapres, mendampingi Ketua Umum Wiranto yang maju sebagai bakal capres. Deklarasi pasangan ini digelar pada Selasa (2/7/2013) kemarin, di Hotel Mercure, Jakarta Pusat.
Namun suara yang didapatkan Hanura di pileg tidak memungkinkan bagi pasangan itu untuk maju. Hary pun memutuskan mundur dari Hanura.
Saat pasangan capres dan cawapres sudah mengerucut menjadi dua pasang, Hary dan Wiranto mendukung pasangan yang berbeda. Hary mendukung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Sedangkan Wiranto bersama Hanura mendukung pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK).
Usai Pemilihan Presiden (Pilpres), Hary sempat menghilang beberapa bulan dari dunia politik. Namun, pemilik Grup MNC ini sempat muncul kembali saat memperkenalkan partai barunya Partai Persatuan Indonesia (Perindo) kepada publik pertengahan tahun ini.