Permohonan Praperadilan BLBI Ditolak, Kabiro KPK Ajak Salaman Kuasa Hukum Syafrudin Temenggung
Tindakan Setiadi itu dibalas para kuasa hukum Syafrudin yang diwakili Dodi S Abdulkadir dan kawan-kawan dengan balik mengajak salaman
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Effendy Muchtar telah menjatuhkan putusan berupa penolakan terhadap gugatan praperadilan yang dilayangkan Syafrudin Arsyad Temenggung dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (2/8/2017).
Effendy Muchtar memaparkan beberapa pertimbangan yang membuat pihak hakim akhirnya memutuskan menolak gugatan tersebut.
Di antaranya adalah petitum (dalil) pemohon yang menyebut kasus sudah kadaluwarsa adalah tidak berdasarkan hukum karena sesuai Pasal 78 KUHP kasus tersebut berumur 18 tahun sejak 2004.
"Sesuai keterangan saksi, keterangan termohon, dan minimal dua alat bukti maka hakim tidak bisa mengabulkan permohonan pemohon," ujar Effendy Muchtar.
Usai hakim mengetok palu, tampak Kabiro Hukum KPK Setiadi langsung menyambangi kuasa hukum Syafrudin Arsyad Temenggung untuk mengajak bersalaman satu per satu.
Tindakan Setiadi itu dibalas para kuasa hukum Syafrudin yang diwakili Dodi S Abdulkadir dan kawan-kawan dengan balik mengajak salaman perwakilan KPK lainnya.
Pihak pemohon yakni kuasa hukum Syafrudin mengaku menerima putusan hakim tunggal tersebut.
"Kami menghormati segala keputusan hakim dan yang terpenting bagi kami adalah fakta-fakta persidangan bisa tersampaikan ke publik. Kini kami akan menyiapkan aspek materiil untuk diajukan ke pokok perkara karena praperadilan ini hanya sanggup mencapai ranah formil saja," terangnya.
Sebelumnya diketahui bahwa KPK menemukan indikasi adanya korupsi dalam pemberian Surat Keterangan Lunas kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia tahun 2004.
SKL itu merupakan kewajiban penyerahan aset dari sejumlah obligator BLBI kepada BPPN.
KPK menduga Syafrudin telah melakukan tindakan yang menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi sehingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 3,7 triliun.