Bareskrim Limpahkan Tersangka Kasus Cetak Sawah ke Kejaksaan
Upik merupakan mantan Asisten Deputi PKBL Deputi RPS Kementerian BUMN sekaligus Ketua Tim Kerja Program BUMN 2012
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, menyerahkan tersangka dan barang bukti kasus dugaan tindak pidana korupsi program cetak sawah di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, yang dilaksanakan Kementerian BUMN tahun anggaran 2012 kepada Kejaksaan Agung.
Tersangka yang dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum Kejagung adalah Upik Rosalina Wasrin.
Upik merupakan mantan Asisten Deputi PKBL Deputi RPS Kementerian BUMN sekaligus Ketua Tim Kerja Program BUMN 2012 serta Dirut PT Sang Hyang Seri.
Kasubdit III Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Kombes Pol Cahyono Wibowo mengatakan program kegiatan cetak sawah merupakan salah satu bentuk program GP3K (Gerakan Peningkatan Produksi Pangan berbasis Korporasi) yang diinisiasi oleh Kementerian BUMN tahun 2012 yang dilaksanakan oleh PT SHS dengan alokasi anggaran kegiatan sebesar Rp 317 miliar.
"Sumbernya berasal dari dana yang ada pada beberapa BUMN donatur," ujar Cahyono.
Sementara dari hasil investigasi, diketahui nilai pekerjaan yang telah dibayarkan kepada pelaksana pekerjaan kegiatan cetak sawah adalah sebesar Rp 212 miliar.
Rincian pekerjaan tersebut meliputi pekerjaan jasa konsultasi studi kelayakan dan perencanaan pembukaan lahan cetak sawah seluas 3.000 Ha oleh PT Indra Karya.
Kemudian, pekerjaan pembukaan lahan cetak sawah dan infrastruktur penunjang lainnya seluas 1.500 Ha oleh PT Brantas Abipraya.
Pekerjaan jasa konsultasi pengawas pembukaan lahan cetak sawah dan infrastruktur penunjang lainnya oleh PT Yodya Karya.
Sementara pekerjaan pembukaan lahan cetak sawah dan infrastruktur penunjang lainnya seluas 1.500 Ha oleh PT Hutama Karya.
"Sementara polisi telah melakukan penyitaan uang sebagai langkah penyelamatan keuangan negara sebesar Rp69 miliar," tambah Cahyono.
Pelaksanaan program kegiatan cetak sawah di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, diduga tidak sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku, baik proses penyiapan anggaran, teknis cetak sawah maupun proses pengadaannya, sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 67 miliar.