Sekjend MDHW: Secara Mental Bangsa Ini Belum Merdeka
memperingati kemerdekaan tidak cukup hanya dengan seremoni upacara ataupun sekadar menggelar lomba. Namun, memperingati kemerdekaan itu bermakna luas
Penulis: Rachmat Hidayat
Editor: Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA –Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Majelis Dzikir Hubbul Wathon (MDHW), Hery Haryanto Azumi, punya pendapat sendiri dalam memperingati HUT ke-72 Kemerdekaan RI.
Menurutnya, memperingati kemerdekaan tidak cukup hanya dengan seremoni upacara ataupun sekadar menggelar lomba. Namun, memperingati kemerdekaan itu bermakna luas.
“Memperingati kemerdekaan itu beragam. Banyak caranya. Bagi anak-anak dan pelajar, bisa memperingatinya dengan upacara di sekolah dan lomba-lomba. Bagi para ulama dan kiai, bisa dengan berdzikir dan muhasabah. Bagi para pejabat negara, bisa dengan melakukan evalusi kinerja selama setahun, dan seterusnya,” kata Hery di sekretariat MDHW, Tebet Barat, Jakarta, Rabu (16/8/2017).
Hery menambahkan bahwa salah satu cara mulia memperingati hari kemerdekaan adalah dengan melakukan muhasabah kebangsaan. Yakni merenungkan sudah sejauh mana gerak langkah bangsa ini telah berjalan.
Dalam pandangan Hery, meskipun dalam rentang perjalanan kemerdekaan bangsa Indonesia sudah banyak monorehkan prestasi luar biasa. Namun sejumlah tantangan juga tidak berhenti menghadang.
Hery bahkan menyebut bahwa secara fisik bangsa Indonesia memang sudah merdeka namun secara mental belum seutuhnya merdeka.
“Secara fisik kita memang sudah merdeka karena terbebas dari penjajah Belanda. Namun secara mental kita belum seutuhnya merdeka. Kita sekarang masih terjajah. Terjajah oleh perongrongan ideologi bangsa, terjajah dari kebodohan dan terjajah oleh kemiskinan,” tambah pria yang pernah jadi Ketua Pelaksana Zikir Kebangsaan di Istana Negara itu.
Salah satu yang menjadi kegelisahan mantan Ketua Umum PB PMII ini adalah adanya upaya sekelompok anak bangsa yang ingin mengganti ideologi Pancasila.
Menurutnya, upaya tersebut menandakan bahwa mental sebagian anak bangsa masih terjajah. Padahal Pancasila merupakan konsensus para pendiri bangsa.
Spirit Pancasila ingin adalah mempersatukan semua golongan untuk bisa hidup berdampingan. Butir-butir Pancasila juga merupakan saripati dari ajaran agama (Islam).
“Dengan adanya upaya sekelompok anak bangsa yang ingin mengganti ideologi Pancasila, maka secara mental kita masih terjajah. Pancasila itu konsesus pendiri bangsa dan butir-butir di diperas dari saripati ajaran Islam,” terang Hery.
Selain itu, untuk mengisi kemerdekaan, dalam pandangan Hery, segenap anak bangsa perlu belajar dengan serius supaya Indonesia bisa bersaing dengan bangsa-bangsa lain.
“Seharusnya tantangan kita ke depan itu mulai memikirkan bagaimana peran Indonesia di tataran global. Kita sulit untuk maju jika tiap hari masih di hadapkan pada isu radikalisme. Apalagi gerakan itu dimotori oleh anak bangsa sendiri. Ini sungguh menyedihkan,” tutup lulusan dari UIN Syarif Hidayatullah itu.