Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pendaki Indonesia Kibarkan Merah Putih di Puncak Tertinggi Eropa

"Setelah mengibarkan bendera Merah Putih, kami juga sempat menyanyikan lagu Indonesia Raya di puncak Elbrus," ujar Ade saat dihubungi.

Editor: Ferdinand Waskita
zoom-in Pendaki Indonesia Kibarkan Merah Putih di Puncak Tertinggi Eropa
Tribunnews.com / Nurmulia Rekso Purnomo
Ade Wahyudi aliasa Dewe, salah satu pendaki dari Mapala UI, yang ikut menancapkan bendera merah putih di puncak Elbrus, Russia, pada perayaan HUT kemerdekaan RI ke 72, Kamis (17/8/2017). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --- Sekelompok pendaki asal Indonesia, merayakan HUT ke-72 Kemerdekaan Indonesia, dengan menancapkan bendera Merah Putih di puncak tertinggi di Eropa, yakni puncak Gunung Elbrus di Russia. Gunung tersebut posisinya ada di 5642 meter di atas permukaan laut (mdpl), Kamis (17/8/2017).

Ade Wahyudi, salah seorang pendaki yang ikut menancapkan merah putih di puncal Elbrus, saat dihubungi Tribunnews.com menyebutkan bahwa 30 pendaki asal Indonesia yang mendaki puncak Elbrus, antara lain berasal dari Mapala Universitas Indonesia, Aranyacala Trisaki dan Impala Universitas Brawijaya.

"Setelah mengibarkan bendera Merah Putih, kami juga sempat menyanyikan lagu Indonesia Raya di puncak Elbrus," ujarnya saat dihubungi.

Baca: Mengapa Ahok Tidak Diizinkan Ikut Upacara HUT RI, Ini Jawabannya

Mendaki puncak Elbrus yang merupakan salah satu puncakan dari tujuh puncak tertinggi di tujuh lempeng benua atau 'Seven Summit' itu bukanlah perkara mudah, terlebih bagi orang Indonesia yang biasa hidup di daerah tropis.

Ade Wahyudi alias Dewe, mengaku pihaknya butuh waktu satu minggu untuk mencapai puncak melalui jalur Pastukhova Rocks.

"Satu minggu itu sudah termasuk dengan aklimatisasi. Jadi karena tidak semua dari kita terbiasa dengan ketinggian yang udaranya cenderung tipis, sebelumnya para pendaki harus melakukan aklimatisasi," katanya.

BERITA TERKAIT

Aklimatisasi yang ia maksud, bukan cuma perkara kenyamanan pendaki. Dewe mengatakan penyesuasian tubuh terhadap ketinggian, penting bagi pendaki untuk tetap waras selama pendakian.

Baca: Ini Alasan Anak Bungsu Amrozi Tak Mau Hormat Bendera Merah Putih Selama 10 tahun

Pasalnya tidak jarang pendaki yang gagal melakukan aklimatisasi, akhirnya terserang penyakit ketinggian. Dalam sejumlah kasus, penyakit tersebut sampai merenggut nyawa pendaki.

Aklimatisasi dilakukan dengan cara melakukan pendakian ke titik tertentu di mana tubuh bisa mentoleransi udara yang tipis.

Jika ternyata tubuh gagal menyesuaikan diri, yang antara lain ditunjukan dengan gejala pusing dan kehilangan kesadaran, maka sang pendaki harus kembali ke ketinggian yang lebih rendah.

Dengan berbekal persiapan pendakian yang mumpuni, termasuk diantaranya adalah aklimatisasi yang maksimal itu, Dewe mengatakan para pendaki asal Indonesia bisa sukses menghadapi berbagai kesulitan di Elbrus.

Kesulitan tersebut termasuk hembusan angin yang diatas rata-rata, serta salju tebal, saat mereka menyusuri jalur turun.

"Saat melakukan pendakian ke puncak cukup bersahabat di pagi hari sampai siang hari saat berada di puncak, setelahnya memang cenderung angin, kabut, dan hujan salju turun yang menghambat perjalanan turun karena jarak pandang yang terbatas sehingga harus ekstra hati-hati," ujarnya.

Tim tersebut bukanlah tim pertama dari Indonesia. Kelompok pendaki dari Indonesia pertama yang sukses mencapai puncak tersebut adalah tim dari Mapala UI, dengan pendaki legendaris Norman Edwin sebagai salah satu pendakinya.

Tim lain yang sepat menapaki puncak Elbrus antaralain adalah Mahitala Universias Parahyangan, dan Wanadri.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas