Tuntut Maksinal, KPK Minta PT Nusa Konstruksi Enjiniring Dibekukan
Tuntutan maksimal yang mungkin diminta KPK pada majelis hakim yakni pembekuan perusahaan guna memberikan efek jera.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan menuntut maksimal PT Duta Graha Indonesia (DGI) yang kini berubah nama menjadi PT Nusa Kontruksi Enjiniring (DGIK), Tbk, tersangka korupsi korporasi.
Tuntutan maksimal yang mungkin diminta KPK pada majelis hakim yakni pembekuan perusahaan yang saat ini dipimpin oleh Djoko Eko Suprastowo tersebut guna memberikan efek jera.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata juga tidak membantah pembekuan perusahaan bisa dijadikan ganjaran untuk menimbulkan efek jera bagi perusahaan-perusahaan yang melakukan korupsi. Selain itu, ancaman pidana yang dapat dilakukan ialah dengan menjatuhkan hukuman denda yang besar.
Baca: Hanura Nilai Pertemuan Mega-SBY Berikan dampak Psikologis Bagi Kader Partai
"Efek jera mungkin, bisa dengan denda yang tinggi. Ya model-model kalau di Inggris atau Amerika itu dendanya tinggi sekali. Mungkin nanti kita coba, ya untuk memberikan efek ke perusahaan yang lain supaya bisnis dengan cara etis," tutur Alexander Marwata, Jumat (18/8/2017).
Diketahui PT DGI dijerat tersangka korporasi oleh KPK lantaran merugikan keuangan negara sebesar Rp 25 miliar dalam proyek pembangunan Rumah Sakit (RS) Khusus Pendidikan Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana, Bali.
Baca: Golkar Harap Silaturahmi SBY-Megawati Dilakukan dengan Tulus
PT DGI diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi terkait pembangunan RS Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana.
"Kita juga akan mewajibkan membenahi sistem pengendalian internal di perusahaan, agar kejadian itu gak terulang lagi. Kalau sistem pengendalian tak kita benahi, ada kemungkinan ke depan akan berulang lagi, kebiasan mendapatkan proyek dengan menyuap," tambah Alexander Marwata.
Dalam kasus itu, penyidik KPK menemukan sejumlah penyimpangan yang dilakukan oleh PT DGI atau Nusa Kontruksi Enjiniring Tbk seperti membuat rekayasa dengan menyusun Harga Perkiraan Sendiri dan rekayasa mengkondisikan PT DGI sebagai pemenang tender.
Pemahalan satuan harga ini menjadikan pemerintah bayar lebih tinggi. Dari nilai proyek Rp 138 miliar, diduga terjadi kerugian negara Rp 25 miliar dalam pelaksanaan proyek tersebut.
Selain itu, KPK juga menemukan adanya aliran dana dari PT DGI ke perusahaan lain dan aliran dana dari perusahaan milik mantan Bendum Partai Demokrat, M Nazaruddin ke pejabat pembuat komitmen dan panitia proyek RS Khusus Pendidikan Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana, Bali.
Saat dugaan korupsi RS Udayana terjadi, jabatan komisaris utama perusahaan tersebut dipegang oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih, Sandiaga Uno. Bahkan penyidik KPK sudah beberapa kali memeriksa Sandiaga Uno sebagai saksi.
PT DGI telah berganti nama menjadi PT NKE sekaligus berstatus go public sekitar 2012 lalu. Meski bisa dilakukan pembekuan, menurut Alexander Marwata, pihaknya tak mau gegabah dan masih mempelajari semuanya, termasuk memikirkan nasib para karyawan disana.
"Kami tidak mungkin langsung bekukan, ini menyangkut karyawannya. Kecuali ya itu kalau terbukti perusahaan ini melakat semuanya kepada pemilik, pegawainya keluarga, usahanya hanya pinjamkan bendera, bekukan saja," singkat Alexander Marwarta.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.