Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Masinton Soroti Besarnya Biaya Operasional Penanganan Perkara di KPK

Wakil Ketua Pansus Angket KPK, Masinton Pasaribu mengeluhkan operasional penangan perkara di KPK yang angkanya lebih besar dari Kepolisian dan Kejaksa

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Masinton Soroti Besarnya Biaya Operasional Penanganan Perkara di KPK
Theresia Felisiani/Tribunnews.com
Masinton Pasaribu 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Pansus Angket KPK, Masinton Pasaribu mengeluhkan operasional penangan perkara di KPK yang angkanya lebih besar dari Kepolisian dan Kejaksaan.

Namun, hasil uang negara yang dikembalikan tidak sesuai dengan ongkos yang dikeluarkan.

Menurutnya, ada empat poin krusial mengenai kinerja lembaga pemberantasan korupsi tersebut.

Di antaranya masalah tata kelola kelembagaan, sumber daya manusia, proses peradilan pidana, dan tata kelola anggaran.

Baca: Masinton Minta Penegak Hukum Malaysia Investigasi Insiden Bendera Dicetak Terbalik

"Operasional penanganan perkara yang ditangani KPK lebih besar dari Kepolisian dan Kejaksaan, namun uang negara yang mampu dikembalikan tidak begitu signifikan," kata Masinton di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/8/2017).

Berita Rekomendasi

Politikus PDI Perjuangan ini menjelaskan, kinerja KPK dalam penanganan perkara korupsi masih jauh dari harapan.

Karena terlalu mengandalkan teknologi penyadapan untuk melakukan operasi tangkap tangan (OTT).

Baca: Pengacara dan Pejabat di Ditjen Dukcapil Diperiksa KPK Lengkapi Berkas Penyidikan Setya Novanto

Hal itu mengakibatkan banyak perkara besar dengan kerugian negara yang sangat besar tidak bisa ditangani KPK dengan cepat seperti kasus Pelindo II dan Bank Century.

"KPK lebih terlihat berjalan sendiri sehingga fungsi pokok dan utama sebagai triger mechanism terhadap penegak hukum lainnya tidak dilaksanakan secara maksimal dalam melakukan supervisi dan koordinasi seperti bertindak di luar kewenangannya," katanya.

Ia mencontohkan dalam kasus pengambilalihan peran LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) dalam memberikan perlindungan saksi dan korban.

Baca: Enam Anggota DPRD Kota Malang Diperiksa KPK Terkait Suap Pembahasan APBD

Anggota Komisi III DPR RI ini menjelaskan, terkait tata kelola SDM, ada empat pegawai KPK yang tidak dipensiunkan meskipun sudah mencapai batas usia pensiun.

Hal tersebut melanggar PP Nomor 63 tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia KPK.

Dirinya juga mengatakan ada 29 pegawai ataupun penyidik KPK yang diangkat sebagai pegawai tetap.

Namun belum diberhentikan dan mendapat persetujuan tertulis dari instansi asalnya.

"Dalam hal ini, BPK mengeluarkan opini berkaitan dengan ketiadaan standar baik untuk pengadaan barang maupun kompetensi SDM KPK," katanya.

Dalam konteks peradilan pidana, Masinton menjelaskan dalam melaksanakan tugasnya, KPK cenderung bertindak melanggar pengelolaan informasi yang berkaitan dengan kasus atau perkara yang ditanganinya.

Dia mencontohkan bocornya berita acara pemeriksaan (BAP) yang seharusnya dilindungi.

"KPK juga bertindak di luar aturan KUHAP seperti orang yang diperiksa tidak boleh didampingi pengacara. Pelanggaran penyebutan orang-orang yang berperkara di KPK baik statusnya sebagai terperiksa, saksi, maupun yang sudah jadi tersangka, diumbar ke publik, ini bertentangan azas praduga tak bersalah," katanya.

Lebih lanjut Masinton mengatakan terkait anggaran KPK, berdasarkan temuan BPK ada beberapa hal yang tidak sesuai aturan perundang-undangan.

Menurutnya, ada temuan pegawai KPK diberikan gaji ganda, ada juga belanja barang, pembayaran perjalanan dinas, kegiatan perjalanan dinas, pembangunan gedung KPK, KPK miliki rumah aman yang tidak ada dalam UU.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas