Hakim Larang Terdakwa Samsu Umar Selfie Saat Dilantik Jadi Bupati Buton
"Jadi hanya pelantikan ya. Tidak boleh selfie-selfie karena selfie-selfie bukan bagian dari pelantikan," kata ketua Majelis Hakim
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta mengingatkan agar terdakwa korupsi Samsu Umar Abdul Samiun tidak melakukan hal di luar pelantikannya sebagai bupati Buton 2017-2022.
Samsu diizinkan majelis hakim dilantik di Kementerian Dalam Negeri pada Kamis (24/8/2017).
" Jadi hanya pelantikan ya. Tidak boleh selfie-selfie karena selfie-selfie bukan bagian dari pelantikan," kata ketua Majelis Hakim, Ibnu Basuki di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (23/8/2017).
Dalam pertimbangannya, majelis hakim mengatakan seorang terdakwa diizinkan dikeluarkan sementara karena alasan hal-hal luar biasa. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 45 PP Nomor 55 tahun 1999 yang mengatur ketentuan luar biasa adalah keluarga meninggal, keluarga menikah, jadi wali nikah, pembagian warisan, dan lain-lain yang mengharuskan tahanan untuk hadir.
"Menimbang bahwa izin pelantikan bupati Buton masa jabatan 2017-2022 dari terdakwa, menurut majelis merupakan dari hal-hal luar biasa yang mengharuskan terdakwa untuk hadir," kata Ibnu.
Selan itu terdapat juga ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota. Pasal 61 ayat (4) yang menyatakan, dalam hal calon bupati/walikota dan/atau calon wakil bupati/wakil walikota terpilih ditetapkan sebagai tersangka pada saat pelantikan yang bersangkutan tetap dilantik sebagai bupati/walikota dan/atau wakil bupati/wakil walikota ketika terpilih.
Selain itu majelis juga mempertimbangkan tempat pelantikan di Kementerian Dalam Negeri di Jakarta yang berada di Jalan Medan Merdeka Utara dapat dijangkau dari tempat terdakwa ditahan yaitu di Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK pada Pomdam Jaya Guntur.
"Memerintahkan kepada pihak Kemendagri agar memerintahkan kepada KPK memberikan pengawalan kepada terdakwa Samsu Umar," tukas Ibnu.
Sebelumnya, Bupati Buton Samsu Umar Abdul Samiun didakwa pada dakwaan pertama memberikan uang Rp 1 miliar kepada bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.
Pemberian uang atau janji Rp 1 miliar tersebut untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili yaitu Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pemilukada) di Kabupaten Buton Tahun 2011.
Sementara pada dakwaan kedua, Samsu Umar didakwa memberi hadiah atau janji yaitu memberi uang sejumlah Rp 1 miliar rupiah kepada Akil Mochtar selaku Hakim Konstitusi.
Atas perbuatannya, Bupati Samsu Umar diancam pidana dalam Pasal 13 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.