Tiga Pasal Dalam UU Pengelolaan Keuangan Haji Mulai Diuji Materi oleh MK
Pemohon merasa telah terjadi pelanggaran hak konstitusional dimana pasal a quo telah berlaku sewenang-wenang
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Permohonan yang teregistrasi dengan nomor perkara 51/PUU-XV/2017 diajukan oleh Muhammad Soleh yang berprofesi sebagai advokat.
Ada tiga pasal yang diajukan Soleh untuk diuji materinya yakni Pasal 24 huruf a, Pasal 45 ayat (2) dan Pasal 48 ayat (1).
Soleh berpendapat, bahwa ketentuan dalam pasal-pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 28 D ayat (1) yang berbunyi setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Pemohon merasa telah terjadi pelanggaran hak konstitusional dimana pasal a quo telah berlaku sewenang-wenang karena memberi mandat kepada Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menggunakan dana setoran awal Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) miliknya untukk berinvestasi.
"Pembuat UU telah salah menafsirkan makna investasi yang penuh kehati-hatian dengan prinsip syariah pasti menguntungkan. Padahal, investasi dalam bentuk apapun pasti mengandung risiko kerugian," tuturnya.
"Pembuat UU meninggikan setoran awal BPIH yang bertujuan agar terjadi penumpukan dana BPIH dan BPKH bisa mengelola dana BPIH milik saya dan jemaah lainnya adalah pelanggaran hak konstitusional," tandasnya.
Dalam petitumnya, pemohon meminta agar MK menyatakan Pasal 24 huruf a, Pasal 46 ayat (2) dan Pasal 48 ayat (1) UU Pengelolaan Keuangan Haji tersebut bertentangan dengan UU 1945 dan tidak mempunyai kekuataan hukum mengikat.