Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Penegak Hukum Diminta Proses Seluruh Akun Penebar Kebencian

Romahurmuziy meminta pemerintah untuk melakukan penertiban dan aparat penegak hukum harus memproses seluruh akun yang menebar kebencian.

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Penegak Hukum Diminta Proses Seluruh Akun Penebar Kebencian
Repro/KompasTV
Tiga tersangka anggota kelompok Saracen, penyedia jasa penyebar ujaran kebencian atau hate speech dan hoax untuk menyerang suatu kelompok tertentu, yakni (dari kiri) JAS alias Jasriadi (32), ketua sindikat Saracen, Muhammad Faizal Tonong, pemilik akun Faizal Muhammad Tonong atau Bang Izal (43), ketua bidang media informasi, dan Sri Rahayu Ningsih (32), koordinator grup Saracen wilayah Jawa Barat. Jasriadi ditangkap polisi di Pekanbaru, Riau, Muhammad Faizal Tonong ditangkap di Koja, Jakarta Utara, pada 20 Juli 2017, sedangkan Sri Rahayu Ningsih ditangkap di Cianjur, Jawa Barat, pada 5 Agustus 2017 lalu. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy meminta pemerintah untuk melakukan penertiban dan aparat penegak hukum harus memproses seluruh akun yang menebar kebencian.

Menurutnya, penertiban juga harus dilakukan bukan hanya terhadap akun yang terorganisir, melainkan juga akun pribadi.

"Para memilik akun penebar kebencian, harus diberi pelajaran," kata Romy sapaannya kepada wartawan, Jumat (25/8/2017).

Romy menjelaskan, apa yang dilakukan oleh para penebar kebencian merusak persatuan dan kesatuan bangsa. Selain itu, tindakan mereka juga mengganggu soliditas anak bangsa.

"Sehingga, sudah sepantasnya akun pribadi maupun yang terorganisir, bisa dijerat dengan UU ITE. Polri juga tidak perlu menunggu ada laporan mengenai ujaran kebencian, karena ini bukan delik aduan," ujarnya.

Baca: Fahri Hamzah Ditegur Jokowi Mengapa Rajin Mengkritik KPK?

Berita Rekomendasi

Dia menjelaskan, tidak perlu menunggu apakah akun penebar kebencian milik pribadi ataupun badan usaha yang terorganisir. Untuk itu, Divisi Cyber Crime Polri harus segera melakukan penertiban.

"Terapi kejut ini perlu dilakukan agar bisnis yang mengeksploitasi kebencian dan fitnah, tidak semakin membesar. Bisnis fitnah dan hoax ini juga muncul sebagai konsekuensi dari dunia maya," katanya.

Romy menilai, bisnis fitnah laris manis karena ada yang mengorder. Karenanya, pemrosesan dan penertiban yang dilakukan, tidak boleh berhenti pada operator teknis.

Rumah kontrakan Jasriadi, otak sindikat penyebar ujaran kebencian berbau SARA dan berita hoax bernama Saracen, di Jalan Kassah Gang Salempayo RT 04 RW 02, Kelurahan Tangkerang Tengah, Kecamatan Marpoyan Damai, Pekanbaru, Riau, Kamis (24/8/2017).
Rumah kontrakan Jasriadi, otak sindikat penyebar ujaran kebencian berbau SARA dan berita hoax bernama Saracen, di Jalan Kassah Gang Salempayo RT 04 RW 02, Kelurahan Tangkerang Tengah, Kecamatan Marpoyan Damai, Pekanbaru, Riau, Kamis (24/8/2017). (Repro/KompasTV)

"Perlu dikejar, siapa sajakah yang berada di balik itu. Karena, penanggungjawab intelektual justru jauh lebih berbahaya dibanding pelaku lapangan," katanya.

Pasalnya, bila operator dipatahkan, maka dengan mudah pelaku intelektual dapat dengan mudah menyewa operator lainnya. Karenanya, Polri perlu lebih proaktif dalam menjaring ujaran kebencian.

"Saya juga mengimbau Polri untuk memonitor grup-grup chat. Karena, sebaran ujaran kebencian banyak beredar di sana dan selama ini tidak terpantau dibanding sirkulasi di media sosial yang lebih terbuka," kata Romy.

Dia mengatakan, UU ITE sudah memberikan peluang kepada penegak hukum untuk memonitor. Tetapi memang harus ada Peraturan Pemerintah sebagai payung hukumnya.

"Karena bila terkait dengan sanksi, maka harus dituangkan dalam PP. Sebab, tidak bisa hanya bergantung pada Peraturan Kapolri ataupun derivasi dari UU," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas