Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ketika Ignasius Jonan dan Mgr Robertus Rubiyatmoko Berorasi di Dies Natalis Unika Soegijapranata

Menurut Jonan, orang harus memiliki wisdom di tengah arus kemajuan teknologi.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Ketika Ignasius Jonan dan Mgr Robertus Rubiyatmoko Berorasi di Dies Natalis Unika Soegijapranata
Ist
Ignasius Jonan 

"Kita kembangkan listrik dan kita menangkan feeport. Itu semua berkat wisdom." Kata Jonan memberi contoh.

Jonan mengutip kalimat Ibu Teresa, "tak semua orang bisa lakukan hal besar. Namun kalau kita melakukan hal kecil dengan cinta yang besar maka kita melakukan yang besar."

"Makin tambah usia harus makin banyak memberi bukan menerima. Kalau banyak menerima bisa kena ott...." Jonan bercanda dan hadirin tertawa.

"Pemimpin itu harus melayani. Jabatan itu amanah bukan cita-cita," katanya.

Jonan mengakhiri orasinya dengan menegur halus tentang cara kita merawat Garuda Pancasila. "Pak Rektor...., Garuda yang di atas itu dari kuningan ya? Itu harus dibraso biar mengkilap! Begitulah kita harus menjaga dan merawat Garuda Pancasila agar tetap bercahaya!" Para hadirin pun tertawa termasuk Pak Rektor lama dan baru.

Uskup Agung Semarang, Mgr Robertus Rubiyatmoko (kiri)
Uskup Agung Semarang, Mgr Robertus Rubiyatmoko (kiri) (Ist)

Sementara itu, Mgr Dr Robertus Rubiyatmoko menyampaikan orasi ilmiah dengan tajuk "Kepemimpinan Kristiani, Kepemimpinan Kreatif".

Doktor Hukum Gereja Katolik itu, menegaskan bahwa kepemimpinan tidak pernah dapat dipisahkan dari pemahaman atas otoritas sebagai pelayanan dan peranan seorang pemimpin untuk mengembangkan komunitas yang dipercayakan kepadanya.

Berita Rekomendasi

Pemimpin Kristiani dan kepemimpinan pada umumnya, harus cakap dan kreatif. Kepemimpinan kreatif mesti ditandai pula menjadi kepemimpinan yang responsif, inklusif, inovatif dan transformatif. Keempat pokok model kepemimpinan itu diterangkan secara mendetil mendalam.

Pemimpin yang responsif mengembangkan kepekaan pada sesama dan tim. Tanggap ing sasmita dan peka terhadap tanda-tanda zaman.

Pemimpin inklusif selalu melibatkan dan mengikutsertakan semua orang bahkan yang berbeda juga dalam hal agama (bdk Nostra Aetate 2). Ia tidak single fighter melainkan terbuka dengan siapa saja.

Pemimpin inovatif terbuka untuk pembaruan. Ia tak pernah puas diri. Mampu berdiskresi dalam keheningan dan doa.

Akhirnya pemimpin harus transformatif. Gereja memberi contoh kepemimpinan seperti ini dalam dir Yohanes XXIII yang menyerukan Konsili Vatikan II.

"Semoga kita semua dimampukan menjadi pemimpin Kristiani yang kreatif dalam sikap responsif, inklusif, inovatif dan transformatif untuk memajukan kehidupan bersama. Keempat model itu bisa ditemukan dan dicontoh dalam dan dari kehidupan Yesus!

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas