Ketika Ignasius Jonan dan Mgr Robertus Rubiyatmoko Berorasi di Dies Natalis Unika Soegijapranata
Menurut Jonan, orang harus memiliki wisdom di tengah arus kemajuan teknologi.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Uskup Keuskupan Agung Semarang, Mgr Robertus Rubiyatmoko hadir sebagai orator dalam Dies Natalis XXXV Unika Soegijapranata dan serah terima jabatan serta pelantikan Rektor baru, Kamis (31/8/2017).
Kedua figur istimewa itu menyampaikan orasi ilmiah.
Tanpa naik ke podium, Ignasius Jonan menyampaikan orasi ilmiahnya.
"Orasi saya bukan ilmiah tetapi semi-ilmiah ya," demikian sebagaimana disampaikan oleh Romo Aloys Budi Purnomo Pr, Pastor Kepala Campus Ministry Unika Soegijapranata kepada Tribunnews.com, Jumat (1/9/2017).
Para hadirin pun tertawa, menyambut pengantar orasi ilmiah Jonan.
"Oh ya bagus tadi Pak Rektor menyanyi. Cuma lagunya tidak sesuai usianya ya. Lain kali kalau pilih lagu jangan pilih lagu yang seusia saya.... biar bisa menghayati..." canda Jonan mengawali orasinya.
Lagi, para hadirin pun tertawa.
Harus Miliki Wisdom
Menurut Jonan, orang harus memiliki wisdom di tengah arus kemajuan teknologi. Jonan memutar film pendek Jack Ma yang mengajak kita never lose hope.
"Kita tidak bisa menghentikan perubahan zaman. Juga antara lain melalui online store. Kompetisi makin ketat dan serius. Untuk itu kita harus inovatif. Jack Ma buat Alibaba yang hasilnya dahsyat. Maka kita harus melakukan transformasi leadership. Perubahan kepemimpinan. E-commerce menjadi salah satu terobosan. Ini cocok dengan kompetensi Rektor Unika yang baru. Benar ya Pak?" kata Jonan.
Lebih lanjut Jonan mengatakan, "tak ada kebudayaan yang bisa bertahan tanpa melakukan perubahan sesuai dengan perkembangan jaman. Gereja Katolik pun mengalami perubahan."
"Dua film diputar tentang Jack Ma dari Hongkong dan tokoh dari India itu menggambarkan sosok pribadi yang memanfaatkan perubahan dengan wisdom. Menggunakan kemajuan iptek untuk kemajuan dan kesejahteraan semakin banyak orang," tegas Ignasius Jonan.
"Di India orang belanja tanpa bawa uang tapi dengan menggunakan hp untuk memotret barkot barang yang dibeli. Anak-anak muda menggunakan semua itu."
Terkait dengan pendidikan, Jonan mengatakan, "E-Education perlu dikembangkan. Namun dalam semuanya itu wisdom harus tetap dipertahankan dan diperjuangkan."
"Kita kembangkan listrik dan kita menangkan feeport. Itu semua berkat wisdom." Kata Jonan memberi contoh.
Jonan mengutip kalimat Ibu Teresa, "tak semua orang bisa lakukan hal besar. Namun kalau kita melakukan hal kecil dengan cinta yang besar maka kita melakukan yang besar."
"Makin tambah usia harus makin banyak memberi bukan menerima. Kalau banyak menerima bisa kena ott...." Jonan bercanda dan hadirin tertawa.
"Pemimpin itu harus melayani. Jabatan itu amanah bukan cita-cita," katanya.
Jonan mengakhiri orasinya dengan menegur halus tentang cara kita merawat Garuda Pancasila. "Pak Rektor...., Garuda yang di atas itu dari kuningan ya? Itu harus dibraso biar mengkilap! Begitulah kita harus menjaga dan merawat Garuda Pancasila agar tetap bercahaya!" Para hadirin pun tertawa termasuk Pak Rektor lama dan baru.
Sementara itu, Mgr Dr Robertus Rubiyatmoko menyampaikan orasi ilmiah dengan tajuk "Kepemimpinan Kristiani, Kepemimpinan Kreatif".
Doktor Hukum Gereja Katolik itu, menegaskan bahwa kepemimpinan tidak pernah dapat dipisahkan dari pemahaman atas otoritas sebagai pelayanan dan peranan seorang pemimpin untuk mengembangkan komunitas yang dipercayakan kepadanya.
Pemimpin Kristiani dan kepemimpinan pada umumnya, harus cakap dan kreatif. Kepemimpinan kreatif mesti ditandai pula menjadi kepemimpinan yang responsif, inklusif, inovatif dan transformatif. Keempat pokok model kepemimpinan itu diterangkan secara mendetil mendalam.
Pemimpin yang responsif mengembangkan kepekaan pada sesama dan tim. Tanggap ing sasmita dan peka terhadap tanda-tanda zaman.
Pemimpin inklusif selalu melibatkan dan mengikutsertakan semua orang bahkan yang berbeda juga dalam hal agama (bdk Nostra Aetate 2). Ia tidak single fighter melainkan terbuka dengan siapa saja.
Pemimpin inovatif terbuka untuk pembaruan. Ia tak pernah puas diri. Mampu berdiskresi dalam keheningan dan doa.
Akhirnya pemimpin harus transformatif. Gereja memberi contoh kepemimpinan seperti ini dalam dir Yohanes XXIII yang menyerukan Konsili Vatikan II.
"Semoga kita semua dimampukan menjadi pemimpin Kristiani yang kreatif dalam sikap responsif, inklusif, inovatif dan transformatif untuk memajukan kehidupan bersama. Keempat model itu bisa ditemukan dan dicontoh dalam dan dari kehidupan Yesus!