Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Yusril Gugat Aturan Ambang Batas Pencalonan Presiden ke Mahkamah Konstitusi

Partai Bulan Bintang mengajukan judicial review atau uji materi Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Yusril Gugat Aturan Ambang Batas Pencalonan Presiden ke Mahkamah Konstitusi
KOMPAS IMAGES
Yusril Ihza Mahendra 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Bulan Bintang mengajukan judicial review atau uji materi Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra mengatakan partai hanya mengajukan gugatan yakni pasal 222 yang mengatur mengenai ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT).

Baca: Bambang Widjodjanto: Tidak Ada Pansus Angket KPK Jika Tidak Ada Kasus e-KTP

Yusril mengatakan partainya memutuskan menggugat undang-undang tersebut karena hak konstitusional untuk mengajukan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden dirugikan atau terhalang dengan norma pasal 222.

Baca: Setya Novanto Ajukan Praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

"Karena itu meminta pasal itu dibatalkan MK. Kalau dibatalkan sebuah parpol peserta pemilu dapat mengajukan pasangan capres dan cawapres tanpa harus terikat dengan PT 20 persen kursi DPR dan 25 persen kursi nasional," kata Yusril di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (5/9/2017).

Berita Rekomendasi

Mantan Menteri Kehakiman itu mengatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Pemilu bertentangan dengan rasionalitas dan moralitas serta keadilan.

Bagaimana tidak dikatakan tidak rasional karena Pemilu legislatif dan presiden berlangsung dalam hari yang sama.

Baca: Ketua Komisi III Sebut OTT KPK Terhadap Dua Jaksa di Pamekasan Operasi Terlarang

Karena digelar dalam satu hari bersamaa, Yusril kemudian mempertanyakan cara untuk menentukan ambang batas untuk pencalonan calon wakil presiden dan wakil presiden.

Jika menggunakan ambang batas Pemilu sebelumnya, padahal Pemilu telah dilaksanakan dua kali.

"Apakah cukup rasional kalau threshold menggunakan Pemilu sebelumnya sedangkan Pemilu itu sudah dilaksanakan dua kali," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas