Pidato Novanto di World Parliamentary Forum Soroti Kemiskinan Dunia dan Konflik Rohingya
Parlemen sebagai representasi rakyat memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk mendukung pencapaian tujuan-tujuan. Salah satunya konflik Rohingya.
TRIBUNNEWS.COM - Parlemen sebagai representasi rakyat memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk mendukung pencapaian tujuan-tujuan dan target yang tertuang dalam Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030.
Banyak tantangan yang dihadapi, salah satunya kemiskinan.
Data terbaru Bank Dunia dan UNDP menunjukkan, jumlah orang miskin yang diukur dari tingkat konsumsi di bawah USD 1,9 dollar per hari, mencapai lebih dari 700 juta orang atau lebih dari 10 persen dari jumlah penduduk dunia.
Fakta ini menunjukkan bahwa upaya pemberantasan kemiskinan dalam segala bentuk dan dimensinya menjadi tantangan global terbesar bagi agenda pembangunan berkelanjutan.
Parlemen di berbagai negara punya peran penting mendorong pertumbuhan ekonomi yang terpelihara, inklusif dan berkelanjutan, serta memperkuat Kemitraan Global untuk Pembangunan yang Berkelanjutan.
“Kita juga harus mengakhiri konflik maupun kekerasan yang terjadi di masyarakat di belahan dunia. Seperti contohnya yang terjadi terhadap etnis Rohingya di negara bagian Rakhine, Myanmar. Saya meminta pemerintah Myanmar segera memulihkan stabilitas dan memberikan perlindungan keamanan secara inklusif terhadap seluruh masyarakat di Rakhine, Myanmar. Saya berharap konflik ini tidak terjadi kembali dan perdamaian segera terwujud,” ujar Ketua DPR RI Setya Novanto.
Sebagai bagian dari pelaksanaan Agenda Pembangunan Berkelanjutan, kita harus terus berupaya mewujudkan masyarakat yang damai, adil dan inklusif yang bebas dari rasa takut dan kekerasan.
Pembangunan yang berkelanjutan tidak akan tercapai tanpa adanya perdamaian, dan tidak akan ada perdamaian tanpa adanya pembangunan berkelanjutan.
Tantangan-tantangan lain sudah tentu juga perlu menjadi perhatian kita.
Diantaranya memastikan kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua untuk segala usia; memastikan pendidikan yang inklusif dan berkualitas; dan mendorong pencapaian kesetaraan gender serta memberdayakan seluruh perempuan dan anak perempuan.
“Kehadiran kita di Bali saat ini sudah tentu memiliki arti penting, karena di sini akan dibahas pemikiran-pemikiran strategis dan perencanaan penting untuk memperbaiki kesejahteraan dan stabilitas dunia, dewasa ini dan di masa depan,” tutupnya.