Suciwati Masih Menanti Janji Jokowi
Namun kenyataannya sampai kini komitmen tersebut belum juga terwujud menurut Suciwati.
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah tiga belas tahun berlalu, pengungkapan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib belum juga tuntas.
Suciwati, istri almarhum Munir, menganggap tidak cukup hanya Pollycarpus Budihari Priyanto yang ditetapkan bersalah atas kasus itu karena masih banyak aktor lain yang membantu Pollycarpus yang belum juga tersentuh hukum.
Ia sempat menyandarkan kepercayaannya kepada Presiden RI Joko Widodo, yang pada Oktober 2016 lalu mengundang sejumlah pakar hukum ke Istana untuk membahas kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang belum rampung, termasuk kasus Munir.
Baca: Suciwati: Jangan Ada Munir-munir Berikutnya
Namun kenyataannya sampai kini komitmen tersebut belum juga terwujud menurut Suciwati.
"Di situ dia berjanji menuntaskan kasus Munir, Oktober dua ribu enam belas dia minta Jaksa Agung menindaklanjuti," ujarnya kepada wartawan di sela-sela acara peringatan 13 tahun pembunuhan Munir di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta Pusat, Kamis (7/9/2017).
Munir dibunuh saat menumpangi pesawat Garuda dalam perjalanannya ke Amsterdam dari Jakarta pada 6-7 September 2004.
Adalah Pollycarpus, Pilot Garuda yang saat itu terbang bersama Munir sebagai Aviation Security penerbangan, yang diputus bersalah menabur racun arsenik untuk membunuh sang aktivis HAM.
Sektiar tiga belas hari setelah kematian Munir, Susilo Bambang Yudoyono (SBY) dilantik menjadi presiden.
SBY kemudian menggagas Tim Pencari Fakta (TPF) kematian Munir, dan mengeluarkan Kepres 111 tahun 2004 untuk menguatkan gagasan tersebut.
Dalam kepres itu, tertulis bahwa hasil temuan TPF akan diumumkan oleh pemerintah.
Namun sampai saat ini, setelah SBY lengser dan digantikan Joko Widodo atau yang akrab dipanggil Jokowi, temuan itu tidak kunjung diumumkan.
Bahkan pada saat keluarga dan sahabat Munir menggugat ke Komisi Informasi Pusat (KIP), dan di tingkat pertama negara dikalahkan, pihak Istana mengaku tidak memiliki laporan TPF tersebut.
Suciwati menganggap laporan dari TPF bukan sesuatu yang langka, karena bisa ditemukan di tempat lain.
Menurutnya yang menjadi masalah, adalah Jokowi abai memenuhi perintah Keppres untuk mengumumkan.
Ia berharap jika Presiden mau mengumumkan temuan TPF, dan menunjukan komitmennya terhadap kasus itu, maka proses hukum bisa dilanjutkan sehingga mereka yang selama ini masih bebas bisa dimintai pertanggungjawabannya.
"Kepres itu menyatakan bahwa yang mengumumkan harus presiden. Saya bisa mengumumkan, tapi ada efeknya, tapi kalau Keppres itu diumukan oleh presiden, dan presiden yang harus menindaklanjuti," katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.