Fadli Zon Minta Reforma Agraria Dipercepat untuk Kesejahteraan Petani
Percepatan agenda reforma agraria ini merupakan jalan bagi peningkatan kesejahteraan petani dan menjadi resep ampuh
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bertepatan dengan hari Tani Nasional, yang jatuh pada 24 September, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Fadli Zon, mendesak pemerintah untuk melakukan percepatan agenda reforma agraria.
Percepatan agenda reforma agraria ini merupakan jalan bagi peningkatan kesejahteraan petani dan menjadi resep ampuh untuk menurunkan angka ketimpangan di Indonesia yang masih tetap tinggi.
“Dalam catatan saya, meskipun pemerintahan saat ini telah menghidupkan kembali Kementerian Agraria, namun efeknya terhadap agenda reforma agraria belum signifikan," katanya dalam keterangan tertulis, Senin (25/9/2017).
Fadli Zon juga mengingatkan pemerintah untuk tidak mencampuradukan antara redistribusi tanah dengan legalisasi tanah. Padahal antara keduanya jelas berbeda.
Fadli Zon mengatakan, lambatnya agenda reforma agraria ini merupakan salah satu sumber buruknya angka ketimpangan di Indonesia. Di tengah laju konversi lahan pertanian yang mencapai 100 ribu hektar per tahun, serta penguasaan lahan rumah tangga petani yang rata-rata hanya mencapai 0,39 hektar.
"Lambatnya agenda reforma agraria ini telah membuat sektor pertanian dan rumah tangga petani kian tertekan. Tak heran, dalam sepuluh tahun terakhir jumlah rumah tangga petani kita berkurang hingga 5 juta," katanya.
Fadli Zon yang juga wakil ketua DPR tersebut mengatakan untuk mengatasi ketimpangan, reforma agraria harus dipercepat dengan tambahan fokus memberikan akses lahan kepada rumah tangga tani muda atau pemuda tani.
Ini sekaligus usaha untuk merekayasa terjadinya regenerasi petani. Saat ini usia petani kita rata-rata di atas 45 tahun. Lebih dari sepertiga petani kita bahkan berusia di atas 54 tahun. "Kita harus memberikan insentif kepada kaum muda untuk bertani, salah satunya melalui reforma agraria."
"Terkait program sertifikasi massal, terutama lahan pertanian, perlu diteruskan, apalagi baru 45 persen tanah kita yang bersertifikat. Namun, untuk mencegah terjadinya alih fungsi lahan, proyek sertifikasi mestinya didahulukan pada Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Sehingga kepemilikan dan peruntukkannya terawasi oleh pemerintah daerah," katanya.
Itu sebabnya menurut Fadli harus ada dorongan kepada pemerintah daerah untuk segera menyusun dan menetapkan luasan dan lokasi LP2B, atau lahan abadi pertanian, dan memasukannya dalam RT/RW.
Hal ini penting untuk menjaga ketersedian lahan pertanian, menahan alih fungsi lahan pertanian, serta menjamin petani agar bisa terus bertani.