MUI Dukung Film PKI Versi Baru, Syaratnya Harus Objektif dan Berdasarkan Fakta
"MUI memberikan dukungan dan apresiasi sepanjang film tersebut didasarkan kepada bukti dan fakta kebenaran sejarah, yang adil, jujur dan objektif,"
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Film penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI dalam produksinya telah melalui proses sensor yang dilakukan lembaga resmi.
Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Zainut Tauhid Saadi mengatakan semua pihak harus menghargai film yang mengangkat peristiwa tahun 1965 tersebut.
Menurutnya, tidak ada alasan untuk merendahkan film yang sempat menjadi film wajib saat orde baru (orba) berkuasa.
Baca: MUI Berharap Masyarakat Tidak Permasalahkan Film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI
Zainut Tauhid Saadi menganggap tidak tepat, bila ada pihak yang mengkait-kaitkan film yang dirilis tahun 1984 itu untuk kepentingan rezim orba.
"Saat ini tidak ada lagi alasan tersebut, karena Orde Baru sudah bubar," kata Zainut dalam siaran pers yang diterima Tribunnews.com.
Dikatakannnua saat ini ada kebutuhan lain yang sangat penting dengan kembali diputarnya film pembunuhan tujuh jenderal TNi tersebut.
Baca: Menhan Setuju Kebijakan Panglima Nonton Bareng Film Pengkhianatan G30S/PKI
"Pemahaman sejarah kepada generasi muda tentang peristiwa pemberontakan dan penghianatan PKI kepada bangsa dan negara yang menimbulkan trauma sejarah bagi perjalanan bangsa," katanya.
Namun, bagi mereka yang mengambil sikap untuk tidak mau menyaksikan film tersebut, menurut Zainut Tauhid Saadi, di alam demokrasi, sikap tersebut harus dihargai.
Wakil Ketua MUI menganggap yang terpenting adalah sikap terkait film tersebut tidak mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa.
Polemik soal film tersebut, satu di antaranya dipicu kebijakan Panglima TNI, Jendral TNI Gatot Nurmantyo yang menginstruksikan jajarannya untuk menyaksikan film tersebut.
Baca: LBH Jakarta: Kami Bisa Saja Laporkan Balik Pihak-pihak yang Menuduh Kita PKI
Dalam berbagai kesempatan, Gatot Nurmantyo mengatakan dari film yang sudah tidak lagi menjadi film wajib itu, banyak pelajaran yang bisa dipetik, termasuk soal pengalaman pahit Indonesia terhadap komunisme.
Presiden RI Joko Widodo, merespon polemik tersebut, dengan menyarankan agar dibuat film versi baru.
Presiden berharap film dengan tema serupa diproduksi dengan berbagai kekiniannya, agar lebih mudah dicerna generasi muda saat ini yang kerap disebut milenial.
"Terhadap rencana pemerintah untuk membuat film dengan versi baru yang disesuaikan dengan kebutuhan generasi milenial, MUI memberikan dukungan dan apresiasi sepanjang film tersebut didasarkan kepada bukti dan fakta kebenaran sejarah, yang adil, jujur dan objektif," ujarnya.