Anggota BPK Eddy Mulyadi Soepardi Mengaku Sering Diolok Menteri Asal PKB
Dalam BAP tersebut, Eddy kemudian melanjutkan bahwa dia tidak punya utang budi apapun pada Kementerian Desa
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota VII Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Prof Eddy Mulyadi Soepardi mengakui meminta langsung kepada Kepala Sub Auditorat III Auditorat Keuangan Negara BPK Ali Sadli agar tidak menurunkan opini terhadap laporan keuangan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).
Ali Sadli, pada tahun 2015, melaporkan kepada Eddy bahwa laporan keuangan Kementerian Desa harusnya opini turun menjadi Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
Eddy mengatakan perintah tersebut dia berikan karena ada moral of obligation karena sejak masuk BPK, dia banyak memberikan opini disclaimer kepada kementerian yang menterinya dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BPK) saat penyidik KPK milik Eddy yang dibacakan di persidangan, Eddy mengaku mengeluarkan perintah itu karena dia menjadi bahan perundungan oleh menteri-menteri dari PKB.
"Sehingga saya di-bully (dirundung) menteri-menteri tersebut sehingga saya merenung. Pada akhirnya Ali menyampaikan nilai aset Kemendes dan DJKN (Direktorat Jenderak Kekayaan Negara) belum clear," kata Jaksa KPK Takdir Suhan saat membacakan BAP di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (27/9/2017).
Saat dikonfirmasi, Eddy tidak membantah BAP tersebut. Eddy menambahkan agar Ali tidak merima apapun untuk opini Wajar Dengan Pengecualian.
Dalam BAP tersebut, Eddy kemudian melanjutkan bahwa dia tidak punya utang budi apapun pada Kementerian Desa yang saat itu dipimpin Marwan Jafar.
"Saya berulang kali mengatakan bahwa saya tidak punya utang budi pada Kemendes yg saat itu dipimpin Marwan Jafar. Kemudian Rochmadi bilang secara teknis WDP tidak mungkin karena ada enam akun yang tidak ada angkat yaitu persediaan, piutang, aset tetap, aset lain-lain, belanja dan utang," kata Eddi dalam BAP yang kembali dibacakan Takdir.
Baca: Golkar Bakal Tunjuk Pengganti Setya Novanto, Ini Penjelasan Agung Laksono
Saat dikonfirmasi, Eddi mengatakan kejadian tersebut tidak berhubungan dengan laporan keuangan Kemendes PDTT tahun 2016 yang mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian.
"Itu Kemendes masih WDP. Saya khawatirkan membabi buta sehingga saya menjadi jelek maka saya kontrol. Konteks kasus ini tahun 2016," kata dia.
Eddy dihadirkan jaksa KPK untuk terdakwa Inspektur Jenderal Kemendes PDTT Sugito dan Kepala Bagian Tata Usaha dan Keuangan pada Inspektorat Jenderal Kemendes PDTT Jarot Budi Prabowo.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.