DPR: Undang-Undang Pemilu Tidak Mengganti Kekhususan Aceh
Undang-Undang Pemilu nomor 7 tahun 2017 dianggap tidak menggerus kekhususan Aceh dalam hal pemilihan kepala daerah dan calon legislatif Aceh.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Undang-Undang Pemilu nomor 7 tahun 2017 dianggap tidak menggerus kekhususan Aceh dalam hal pemilihan kepala daerah dan calon legislatif Aceh.
DPR mengaku tidak mengganti kekhususan penyebutan nama penyelenggara di Aceh yakni Komisi Independen Pemilihan (KIP).
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Lukman Edy mengatakan di Aceh memiliki Komisi independen pemilihan kabupaten kota.
Baca: Pria Ini Diancam Cerai Istrinya Akibat Kebiasaan Tidur Anehnya Menendang dan Memukul
Sedangkan untuk lembaga pengawas untuk setingkat Bawaslu Provinsi Aceh ada panitia pengawas pemilihan Provinsi Aceh.
"Penyebutan nama ini yang masih konstan digunakan oleh pembentuk undang-undang dalam Undang-Undang Pemilu terbaru," kata Lukman Edy mewakili DPR RI dalam sidang uji materi Undang-Undang Pemilu di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (5/10/2017).
Menurut Lukman, saat undang-undang tersebut mulai berlaku, keikutsertaan partai-partai politik lokal di Aceh dalam pemilu anggota DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten kota sepanjang tidak diatur dalam undang-undang yang mengatur mengenai pemilu Aceh dinyatakan berlaku ketentuan dalam undang-undang ini.
Baca: Jokowi Minta TNI Setia kepada Pemerintahan yang Sah, Panglima TNI Jawab Begini
"Ini pula semakin menunjukkan bahwa DPR RI tetap memperhatikan dan tidak mengabaikan kekhususan yang ada di Aceh," ungkap Lukman.
Namun demikian, karena ada pembenahan kelembagaan begitu juga kewenangan yang semakin kuat demi Pemilu ke depan, maka perlu adanya perubahan yakni sebagaimana diatur di pasal 557 dan pasal 571 Undang-Undang Pemilu.
Baca: Diperankan Sang Cucu, 3 Jimat Ini Digunakan Jenderal Sudirman Hadapi Penjajah
Lebih lanjut, Lukman mengatakan bahwa uji materi yang dimohonkan Kautsar dan Samsul Bahri itu merupakan suatu norma yang merupakan kebijakan hukum terbuka pembentuk undang-undang.
Hal ini dikarenakan terdapat delegasi kewenangan yang diberikan kepada pembentuk undang-undang dalam melaksanakan Pemilu.