Pakar Politik: Presidential Threshold Melanggar Hak Politik Publik
ambang batas pengajuan calon presiden atau lazim disebut Presidential Threshold tidak tepat diterapkan karena Pemilu 2019 dilaksanakan serentak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Undang-undang Pemilu pasal 222 tentang ambang batas pengajuan calon presiden dinilai bisa merugikan hak politik masyarakat.
Menurut Pakar Komunikasi Politik, Effendi Ghazali aturan itu justru menjadikan calon pilihan menjadi terbatas.
Lagipula, ambang batas pengajuan calon presiden atau lazim disebut Presidential Threshold tidak tepat diterapkan karena Pemilu 2019 mendatang dilaksanakan secara serentak.
"Apabila aturan ambang batas pencalonan presiden dipaksakan dengan mengacu pada hasil perolehan pemilu 2014, maka hal ini melanggar hak politik publik karena pada pemilu 2014 lalu publik tidak pernah tahu bahwa hak politiknya akan digunakan juga untuk kepentingan politik 2019," kata Effendi dalam pernyataan persnya, Kamis (5/10/2017).
Sementara Direktur Mahara Leadership, Iwel Sastra mendukung Effendi Gazali yang mengajukan gugatan pasal mengenai ambang batas pencalona presiden ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Iwel, jangan sampai Pilpres mendatang mengarah kepada calon tunggal.
"Rakyat harus disuguhkan berbagai macam calon pemimpin. Dalam demokrasi kepemimpinan itu salah satunya bisa terlihat dalam kontestasi politik," kata Iwel.