Jokowi Nyaris Kehabisan Pindang Belido, Ikan Khas dari Palembang yang Digemari Banyak Tokoh
Permintaan orang nomor satu itu sontak membuat kaget pengelola rumah makan berlokasi di tengah kota ini.
Editor: Hasanudin Aco
Menurutnya, pemerintah perlu melestarikan ikan belido sehingga ikan yang dijadikan maskot tetap ada di sungai Musi.
Termasuk upaya budidaya serta penangkaran ikan Belido sehingga kebutuhan bahan baku ikan bagi olahan makanan selalu terpenuhi.
" Repot kalau pengunjung ke BKB lihat ikan Belido, cuma bisa memandang bentuknya, mau cari olahan makanannya tidak ada lagi," jelasnya
Menurutnya, peminat pangan olahan ikan belido sangat besar.
Ikan belido seberat 200 kilogram hanya akan bertahan tiga sampai empat hari saja.
"Kalau sekarang ini, siapa yang bisa masok rutin 500 kilo seminggu langsung saya beli, tapi saya rasa mustahil," jelasnya
Selain Jokowi, Megawati juga sangat suka olahan ini. Ia suka brengkes belido.
Jika tidak makan di rumah makan, biasanya ajudan yang beli untuk dinikmati saat berada di lokasi kunjungan.
Tulangnya Saja Rp 120 Ribu per Kg
Lokasinya berada di pusat kota, punya halaman dan area parkir luas, serta teduh oleh banyaknya pepohonan rindang.
Rumah Makan Pondok Kelapa beralamat di Jalan Demang Lebar Daun merupakan satu dari sejumlah restoran di Palembang menyediakan menu ikan belida.
Saat pasokan dari Sumsel kosong, stok ikan yang jadi maskot Palembang ini dikirim dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Harganya lumayan mahal, tulangnya saja Rp 120 ribu per kg.
Hanya menunggu sekitar 20 menit, dua porsi pindang belida tersaji di depan meja. Satu porsinya dijual Rp 70 ribu.
Restoran itu menghadirkan pindang ikan belida dalam sebuah tampilan yang mewah.
Agar hidangan terus hangat dan panas, pindang ikan belida disajikan lengkap dengan pemanasnya.
Secara umum, menu ikan belida yang ditampilkan tidak berbeda dengan yang lain.
Cabai hijau, nanas, tomat, hingga daun kemangi menghiasi masakan berkuah tersebut. Hal spesial terletak dalam ikan belida itu sendiri.
Spesialnya, ikan belida masih bisa ditemui dalam bentuk hidangan.
Padahal ikan belida terbilang sudah langka. Untuk mendapatkan ikan ini di sungai-sungai Sumsel sudah sangat susah.
Padahal pamor ikan belida begitu memesona.
Spesialnya lagi, membandingkan ukuran dan bentuk ikan belida dalam hidangan pindang.
Dari segi ukuran, sangat berbeda dibandingkan pindang toman, gabus atau patin. Pindang belida berukuran lebih kecil.
Pada sajian pindang patin atau baung, satu porsinya menyajikan ikan secara utuh dari kepala, badan dan ekor.
Kalau pindang belida hanya satu potongan kecil.
Dari dua pesanan yang disajikan, bentuk dan ukuran ikan belida tampilannya nyaris sama.
Pesanan pertama daging ikan belida dihadirkan dalam ukuran antara 5 x 7 sentimeter.
Bagian perut badan ikan saja. Selain itu tulang dan sedikit daging juga dihadirkan.
Sementara pada hidangan kedua, ikan belida dihadirkan tidak seutuhnya. Hanya bagian tertentu saja dengan ukuran hampir sama. Sedangkan tulang ikan begitu banyak.
Soal rasa memang berbeda. Ikan khas perairan Musi ini tampak gurih dan nikmat.
Dagingnya empuk dan terasa segar. Tulang-tulang yang tersusun menyembunyikan daging yang gurih.
“Belido itu payah carinya, kadang dari langganan dari pasar (Cinde), kalau tidak tersedia maka minta kiriman dari Banjar (Kalsel). Kalau tidak ada, nanti pelanggan kecewa,” kata Johan, Pengelola Rumah Makan Pondok Kelapa dibincangi malam diakhir pekan lalu.
Menurut Johan, rumah makan membeli bagian tulang atas dan bawah sebagai bahan masakan.
Sedangkan daging banyak dimanfaatkan pengusaha pempek dan kerupuk.
Sebenarnya belida dari perairan Musi merupakan primadona bagi pengusaha rumah makan.
Warnanya abu-abu, beda dengan asal Kalimantan yang bewarna hitam.
Ukuran lebih besar dan rasanya lebih enak. Hanya saja, stoknya sering kosong.
“Tulang itu tetap ada dagingnya. Beratnya saja capai 2 kg. Ikan belida yang dijual besar-besar, sampai belasan kilogram beratnya,” tambah pria yang mulai terjun di usaha kuliner pada 2008.
Johan juga bingung, kenapa ikan ini dikatakan mau punah tetapi masih tetap dijual.
Sedangkan seruan untuk melindungi ikan ini bagaimana caranya. Sebab, ikan hidup di perairan yang luas dan panjang.
“Nangkapnya juga tidak mudah. Jadi tidak bisa punah ikan ini,” pungkasnya.
Keunggulan ikan Belido, terdapat pada rasa yang khas, rasa gurih daging yang istimewa, sangat berbeda dan tida tertandingi ikan lainnya.
Pantauan Tribun, di Pasar Induk Jakabaring, ikan belido memang sangat sulit ditemukan karena ketersediannya sangat terbatas.
Pasokan ikan dari Riau selama ini memenuhi kebutuhan pasar Palembang.
"Sudah dua pekan terakhir kosong, ikan belido memang sangat sulit didapat sekarang, cuma pasrah pasokan dari Riau saja, kalau lokal tidak pernah ada," jelas seorang pedagang pasar, Sani.
Ia melanjutkan pasokan ikan lokal yang masih tersedia adalah ikan putak, yang memang cukup mirip dengan ikan belido namun memiliki ukuran kecil.
Ukuran ikan putak tidak melebihi satu jengkal tangan orang dewasa dan memang memiliki bentuk yang sangat mirip dengan ikan belido.
" Yang ada cuma ada ikan putak, mirip belido tapi lebih kecil, biasa pengerajin pempek atau kerupuk memakai ikan jenis ini," katanya
Disinggung mengenai harga jual, ikan belido masih menjadi ikan air tawar termahal yakni Rp100 - 120 ribu perkilogram.
Sementara ikan putak, lebih murah, yakni berkisar Rp. 70 -80 ribu rupiah per kilogramnya.
"Kalau ada belido, dak lagi ditawar orang, langsung dibeli, padahal kadang lebih mahal daripada daging sapi," jelasnya.(jhn/wan/and)