KPK Prihatin, Ingin Jadi Kepala Sekolah di Nganjuk Dipatok Tarif Puluhan Juta Rupiah
Basaria Panjaitan mengaku sangat prihatin dengan kasus yang menyeret Bupati Nganjuk, Taufiqurrahman (TFR).
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Basaria Panjaitan mengaku sangat prihatin dengan kasus yang menyeret Bupati Nganjuk, Taufiqurrahman (TFR).
Ini lantaran sang bupati melakukan korupsi jual beli jabatan, utamanya di lingkungan pendidikan. Dimana untuk mengisi posisi Kepala Sekolah Dasar, SMP, hingga SMA diharuskan memberikan uang pada bupati.
Baca: Perjuangan Anggota Brimob Tembus Kobaran Api demi Selamatkan Korban Ledakan Pabrik Petasan
"Hal ini kedepan perlu diperhatikan secara serius, terutama korupsi yang terjadi di dunia pendidikan kita. Kasus Nganjuk ini sama seperti korupsi yang terjadi di Klaten yang pernah kami tangani juga," papar Basaria, Jumat (27/10/2017).
Basaria menjelaskan Taufiqurrahman diduga memasang tarif belasan hingga puluhan juga kepada para PNS yang ingin mengisi posisi jabatan tertentu.
"Tarif yang dipatok untuk mengisi posisi kepala sekolah berbeda satu dengan yang lain, harga per wilayah beda-beda. Untuk jadi Kepala Sekolah Dasar antara Rp 10-25 juta, nah kalau SMP-SMA sudah barang tentu lebih besar lagi, bisa sampai Rp 50 juta. Begitu juga untuk posisi Kadis," terangnya.
Selanjutnya seluruh penerimaan tersebut, diterima Taufiqurrahman melalui orang kepercayaanya yakni Kepala SMP 3 Ngronggot Nganjuk, Suwandi.
Kapanpun membutuhkan uang, Taufiqurrahman akan langsung menghubungi Suwandi.
Diketahui dalam kasus ini, Taufiqurrahman diduga menerima suap Rp 298.020.000 juta, masing-masing dari kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Nganjuk Ibnu Hajar Rp 149.120.000juta dan dari Suwandi Rp 148.900.000 juta
Atas kasus yang diawali dari OTT ini, penyidik KPK menetapkan lima tersangka yakni Taufiqurrahman, Ibnu Hajar, Suwandi, Kepala Bagian Umum RSUD Kab Nganjuk, Mokhammad Bisri dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Nganjuk, Harjanto.
Taufiqurrahman, Ibnu Hajar, dan Suwandi diduga sebagai penerima. Sementara itu, Mokhammad Bisri dan Harjanto disangkakan sebagai pemberi. Lanjut 15 orang lainnya yang turut diamankan dalam OTT, termasuk TIA, istri dari Taufiqurrahman masih berstatus sebagai saksi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.