Jemblung Meriahkan Peringatan Hari Sumpah Pemuda Ke-89 di Banyumas
Pagelaran "Wayang Jemblung" dengan Dalang Ki Agung Wicaksono, ramaikan acara pagelaran memperingati Hari Sumpah Pemuda (HSP) ke-89
Penulis: FX Ismanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fx Ismanto
TRIBUNNEWS.COM, BANYUMAS - Pagelaran "Wayang Jemblung" dengan Dalang Ki Agung Wicaksono, ramaikan acara pagelaran memperingati Hari Sumpah Pemuda (HSP) ke-89, yang dihadiri ratusan pengunjung yang memukau dan sangat menghibur masyarakat Banyumas, Sabtu (28/10/2017) malam lalu, di Pendapa Sipanji Purwokerto.
Rangkaian pagelaran 'Wayang Jemblung' diawali dengan Kirab Pusaka Gula Kelapa dan Ruwatan Agung yang dilaksanakan oleh Jamaah Segaluh Luhur Al Karomah. Dilanjutkan dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan Pembacaan Teks Sumpah Pemuda.
Dalam pagelaran yang mengusung lakon “Bawor Jenggirat” atau "Bawor Bangkit" Dalang Ki Agung Wicaksono dan Gus Misbah alias Ki Mandor Klungsu beserta tokoh Punakawan tampil dablongan dalam menyampaikan pesan moral tentang pentingnya menjaga dan melestarikan kearifan lokal sebagai jati diri di daerahnya, salah satunya melestarikan kesenian 'Wayang Jemblung' yang lahir di wilayah Muntang, Sokaraja pada abad ke-15 sebagai warisan agung leluhur Banyumas.
Bupati Banyumas, Ir Achmad Husein dan para penonton yang menyaksikan pagelaran 'Wayang Jemblung' pun larut dalam alur cerita 'Bawor Jenggirat' yang diracik sesuai perkembangan jaman.
Diawal pementasan, para penonton dibuat tercengang dan tertawa oleh tampilan kocak dalang dan tokoh Punakawan, mereka berpikiran bahwa sosok Bawor yang akan ditampilkan ialah wayang kulit. Namun begitu keluar, muncul Bawor dengan sosok wayang orang sambil membawa gadget yang diperankan oleh Dwi Purnomo alias Ateng dari Group Lawak Disis.
Dalam pementasan wayang jemblung tersebut, diceritakan kegalauan sosok seorang Semar melihat perubahan watak Bawor yang dulunya sederhana, jujur dan peduli dengan sesama menjadi sosok yang sangat egois. Bahkan Bawor sudah berani menyangkal segala nasehatnya lantaran terpengaruh media sosial yang kebablasan dan rasa cinta buta kepada pujaan hatinya.
Rasa ketakutan Semar semakin menjadi ketika kedua adik Bawor yakni Gareng dan Petruk justru terkesan membela Bawor. Dalam pementasan diceritakan Bawor merasa sakit hati, cintanya ditolak lantaran dirinya seorang pengangguran.
Kepahitan dan sakit hati Bawor pun sirna saat munculnya sosok Kyai sebagai perwujudan sukma sejati Semar yang menuntun Bawor kembali kepada jati dirinya sehingga diterima dan dipercaya oleh saudara dan lingkungannya.
Pementasan semakin semarak, saat Bupati Banyumas, Achmad Husein diajak njemblung untuk mengingatkan dan menasehati Bawor agar bangkit (Jenggirat) menjadi jati diri yang seutuhnya, berwawasan luas dan memiliki pemikiran maju tanpa meninggalkan jati dirinya sebagai kultur Budaya Banyumasan. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.