53 Ribu Nelayan di Jawa Tengah Terancam Jadi Korban Kebijakan Menteri Susi
53.370 nelayan Jawa Tengah dari lima kabupaten, terancam menjadi korban sosial dan ekonomi dari kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – 53.370 nelayan Jawa Tengah dari lima kabupaten, terancam menjadi korban sosial dan ekonomi dari kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang melarang penggunaan alat tangkap cantrang.
Rencananya Peraturan Menteri Nomor 71/PERMEN-KP/2016, tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia akan mulai diberlakukan awal 2018.
Baca: Dituntut 12 Tahun Penjara, Politikus PKB Minta Agar Tuntutan Tidak Lebih Dari 5 Tahun
Sekjen Masyarakat Perikanan Nusantara, Nimmi Zulbainarni mengatakan, jika kebijakan pelarangan penggunaan alat tangkap cantrang diberlakukan, dipastikan akan membuat nelayan cantrang kehilangan pekerjaan dan pendapatan.
"Kalau (penggunaan cantrang) distop, ada lebih dari 53 ribu nelayan Jawa Tengah yang akan terkena dampak sosial dan ekonomi. Mereka akan kehilangan pekerjaan dan penghasilan mereka otomatis akan menurun," kata Nimmi dalam keterangan yang diterima, Rabu (1/11/2017).
Peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB) ini mengatakan, dari penelitian yang telah dilakukan, ada berbagai pelaku usaha yang juga akan terkena dampak turunan dari rencana kebijakan tersebut.
Baca: Pernikahan Unik, Pasangan Kenakan Seragam Pramuka Sambil Menunggang Kuda Saat Naik Pelaminan
Adapun penelitian itu dilakukan di lima kabupaten di Jawa Tengah, yakni Brebes, Tegal, Batang, Pati, dan Rembang.
"Sektor-sektor pengolahan ikan, pengrajin tali selambar, peternak itik, pedagang kelontong dipastikan juga akan berdampak. Bahkan pemerintah daerah pun juga terkena dampak ekonomi kehilangan pendapatan dari 36 tempat pelelangan ikan, sebesar lebih dari Rp 17 miliar per tahunnya," katanya.
Lebih lanjut Nimmi juga mempertanyakan dasar kebijakan itu.
Baca: Demokrat Makin Mesra Dengan Pemerintah, Fadli Zon Yakin Gerindra Solid Bersama PKS dan PAN
Apalagi, penggunaan metode alat tangkap ikan menggunakan cantrang telah dilakukan sejak 35 tahun yang lalu.
"Nelayan Jawa Tengah bisa sejahtera karena menggunakan alat tangkap ini. Adanya wacana pelarangan alat tangkap cantrang membuat nelayan gundah dan tentu saja akan menurunkan kesejahteraan nelayan," katanya.
Nimmi menambahkan, ada solusi lain yang dapat diambil pemerintah tanpa harus melarang penggunaan cantrang. Jika alasannya tidak ramah lingkungan.
"Perlu ditinjau kembali kebijakan ini. Isu tidak ramah lingkungan terhadap penggunaan alat tangkap ini dapat diatasi dengan cara mengendalikan jumlah alat tangkap cantrang yang digunakan, dan mengawasi operasional penggunaannya," katanya.
Baca: Manager PT Gajah Tunggal Mangkir Dari Panggilan KPK Terkait Kasus BLBI
Sementara itu, aktivis lingkungan hidup Emmy Hafild mengatakan, kebijakan pelarangan penggunaan cantrang oleh KKP dinilai tidak melihat dampak sosial dan ekonomi yang akan dialami oleh masyarakat luas.
"Dari kebijakan ini terlihat bahwa pemerintah tidak memperhitungkan dampak yang akan dialami secara langsung oleh ribuan bahkan ratusan ribu nelayan di Indonesia. Belum lagi dampak turunannya bagi pelaku usaha lainnya," katanya.
Emmy menjelaskan, meski kebijakan itu belum sepenuhnya diberlakukan, sudah banyak nelayan yang tidak melaut.
Baca: Begini Reaksi Dirjen Imigrasi Sikapi Gugatan Setya Novanto
"Kita ingin adanya solusi yang tepat dari pemerintah. Tapi sampai dengan saat ini belum ada alternatif yang menguntungkan bagi para nelayan," ujar Emmy.
Seharusnya, tegas dia, kebijakan yang diambil pemerintah dapat memberikan keuntungan nelayan dan industri dalam negeri.
"Terbukti, dalam beberapa tahun belakangan ini ekspor ikan kita menurun drastis. Jangan sampai ketidakmampuan pemerintah untuk mengelola perikanan kemudian menjadikan nelayan merana," katanya.