Skema Pengadaan dan Distribusi Obat Program JKN Perlu Ditata Ulang
Permasalahan seputar pengadaan dan distribusi obat dalam program JKN menimbulkan persepsi publik bahwa kualitas program itu rendah
Penulis: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Skema pengadaan dan distribusi obat dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dinilai perlu ditata ulang.
Hal ini mendesak dilakukan mengingat berbagai permasalahan timbul selama dijalankannya program JKN, dari mulai kualitas pelayanan relatif rendah, kekosongan stok obat tertentu, perlakuan diskriminatif, ketidaktransparan penentuan harga obat, ketidakmerataan layanan, hingga masalah defisit keuangan yang terus membengkak.
Luthfi Mardiansyah, Chairman Center for Healthcare Policy and Reform Studies (CHAPTERS), menjelaskan permasalahan seputar pengadaan dan distribusi obat dalam program JKN menimbulkan persepsi publik bahwa kualitas program itu rendah.
“Banyak muncul keluhan di masyarakat tentang kekosongan pasokan obat tertentu karena perencanaan yang kurang baik dari program JKN,” katanya dalam sebuah diskusi dengan topik “Perlukah ditata ulang skema pengadaan obat JKN dan distribusi obat” di Jakarta, Senin (6/11/2017).
Selain itu, menurut dia, defisit pendanaan di program JKN membuat pembayaran klaim di rumah sakit jadi mundur, dan dampak lanjutannya pembayaran ke distributor obat menjadi tertunggak.
“Ini seperti lingkaran setan yang perlu diputus agar dapat diperbaiki secara menyeluruh,” paparnya.
Baca: Program Jaminan Kesehatan Nasional Berdampak pada Perekonomi Indonesia
Dono Widiatmoko, Tim Market Access International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG), menambahkan secara umum sejumlah tantangan dalam pelaksanaan program JKN antara lain penghitungan kebutuhan obat tidak akurat.
Dampaknya, industri farmasi kesulitan untuk menghitung harga dan menyiapkan produksi.
“Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang ditetapkan pemerintah tidak transparan dan nilainya terlalu rendah. Di sisi lain, disinyalir ada perusahaan yang sengaja menurunkan harga obatnya agar menang tender namun kemudian tidak dapat memenuhi kebutuhan program JKN,” katanya.
Dono juga menyoroti perencanaan proses lelang yang tidak terencana baik. Idealnya lelang obat dilaksanakan jauh hari sebelum masa tayang e-catalog dimulai.
Tahun lalu saja proses lelang hingga kontrak pengadaan obat di program JKN mundur dari Januari hingga April, ini menyebabkan kekosongan stok obat di rumah sakit.
“Kekosongan pasokan obat dapat sewaktu-waktu terjadi di daerah karena pemenang tendernya hanya 1 perusahaan. Di sisi lain, jadwal tender juga tidak tepat waktu,” paparnya.
Baca: Menko PMK Pimpin Rapat Penguatan Fiskal BPJS Kesehatan
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.