Pemberitaan Media Terkait Eksploitasi Seksual Anak Dinilai Masih Minim
ECPAT Indonesia mengungkap jika pemberitaan media terkait eksploitasi seksual anak masih minim, terutama di daerah wisata.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - ECPAT Indonesia mengungkap jika pemberitaan media terkait eksploitasi seksual anak masih minim, terutama di daerah wisata.
Hal ini disampaikan oleh Program Manager ECPAT Indonesia, Andy Ardian dalam konferensi pers mengenai 'Buruknya Mekanisme Pemantauan Eksploitasi Seksual Anak di Destinasi Wisata', Kamis (9/11/2017).
Berdasarkan hasil riset ECPAT Indonesia terhadap laporan sejumlah media, dari Januari hingga Oktober 2017, ditemukan 394 kasus kekerasan dan eksploitasi seksual anak.
"Namun hanya 2 kasus yang memberitakan tentang eksploitasi seksual anak di destinasi wisata, itu masih sangat minim," ujar Andy kepada Tribunnews.com.
Baca: Panglima TNI Imbau Masyarakat Tidak Khianati Perjuangan Para Pahlawan
Mayoritas kasus kekerasan didominasi oleh pencabulan anak (221 pemberitaan), pemerkosaan (52 pemberitaan), dan perdagangan anak dengan tujuan seksual (51 pemberitaan).
Minimnya pemberitaan media berbanding terbalik dengan temuan penelitian ECPAT Indonesia sepanjang tahun 2017.
Hasil penelitian ECPAT Indonesia bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menemukan eksploitasi seksual anak masih marak terjadi di 4 wilayah destinasi wisata prioritas.
"Destinasi wisata itu ada di Kabupaten Karangasem, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Garut, dan Kabupaten Toba Samosir," imbuh Andy.
Kasus yang ditemukan pun beragam, seperti materi kekerasan seksual pada anak serta perkawinan anak terjadi di Kabupaten Karangasem dan Gunung Kidul.
Baca: Anggaran Rp 80 Miliar Untuk Bangun Pariwisata Tanjung Lesung
Di Kabupaten Garut ditemukan kasus anak yang dilacurkan secara terselubung. Sementara di Toba Samosir ditemukan kasus anak laki-laki yang dilacurkan.
Andy menegaskan pentingnya keterlibatan berbagai pihak termasuk media dalam memantau terjadinya eksploitasi seksual anak di destinasi wisata.
"Iya, media termasuk penting. Lantaran minimnya pemberitaan dan peliputan investigasi di media dalam mengungkap fakta-fakta eksploitasi seksual anak di destinasi wisata," ujar Andy.
Lebih lanjut, menurutnya pemberitaan media cenderung tidak berpihak dan malah memberikan stigma buruk kepada korban.
"Beberapa liputan media ditemukan masih menyebutkan identitas dan lokasi tempat tinggal korban secara mendetail. Itu stigma buruk bagi korban," pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.