PDIP: Presiden Jokowi Tak Mungkin Intervensi KPK Tetapkan Setya Novanto Jadi Tersangka
Untuk itu dia membantah tudingan Presiden Jokowi memesan kepada KPK agar Novanto menjadi tersangka.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus PDI Perjuangan angkat bicara soal Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang membocorkan cerita antara dirinya dengan Ketua DPR Setya Novanto.
Novanto mengaku kepada Fahri, ada informasi dari seseorang terkait penetapan status tersangka kepadanya, merupakan permintaan dari Presiden Jokow Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).
Namun Fahri mengatakan, tidak tahu pasti siapa pihak yang menyampaikan informasi tersebut kepada Novanto.
Ia menegaskan informasi itu merupakan pengakuan Ketua Umum Partai Golkar tersebut.
Bahkan, kata Fahri, ada pimpinan KPK yang menyebut kredibilitasnya dipertaruhkan jika tidak berhasil menjebloskan Novanto ke penjara.
Anggota Fraksi PDI Perjuangan, Rudianto Tjen tegaskan Presiden Jokowi tidak akan pernah mengintervensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penetapan seseorang menjadi tersangka.
Baca: Dirjen Dukcapil Pastikan Sediakan Blangko e-KTP untuk Penghayat Kepercayaan
Karena KPK adalah lembaga independen dan kredibel dalam melaksanakan tugasnya memberantas korupsi di tanah air hingga saat ini.
"Presiden Jokowi saya tahu persis, tidak mungkin mencampuri urusan seperti itu," tegas Politikus PDI Perjuangan ini kepada Tribunnews.com, Selasa (14/11/2017).
Untuk itu dia membantah tudingan Presiden Jokowi memesan kepada KPK agar Novanto menjadi tersangka. Tapi, KPK pasti mempunya dasar dan bukti kuat untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka.
"Saya yakin bukan model pesan-pesan seperti itu," ujar anggota Komisi I DPR RI ini.
Pimpinan KPK pun menepis tudingan pesanan Presiden Jokowi dan JK serta yang menyebut kredibilitasnya dipertaruhkan jika tidak berhasil menjebloskan Novanto ke penjara.
"Nggak adalah, masa Presiden menitipkan ke KPK. Kan tidak bisa seperti itu," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif usai Seminar Pendidikan Antikorupsi dalam Perspektif Agama Islam, Senin (13/11/2017).
Ia memastikan Novanto bisa dipanggil paksa, jika tidak memenuhi panggilan ketiga yang dilayangkan KPK. Pemanggilan paksa itu sesuai undang-undang yang berlaku.
Prosedur jemput paksa ini sesuai dengan Pasal 112 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mengatur, jika saksi tidak hadir setelah dua kali pemanggilan, penyidik bisa menjemput paksa saksi tersebut untuk pemeriksaan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.