Setya Novanto Ingatkan Pansus Angket KPK Terus Lakukan Penyelidikan
Ketua Umum Partai Golkar ini berharap, supaya dalam masa persidangan ini, hasil kerja Pansus Angket KPK bisa segera dilaporkan.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua DPR RI Setya Novanto menyampaikan pidato pembukaan sidang paripurna DPR masa sidang II tahun sidang 2017-2018 di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/11/2017).
Dalam kesempatan itu, Novanto menyampaikan sejumlah hal diatas podium.
Salah satunya soal kerja Pansus Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Pansus Angket KPK akan terus melakukan kegiatan penyelidikan terhadap aspek kelembagaan, aspek kewenangan, aspek anggaran, dan aspek tata kelola sumber daya manusia," kata Novanto.
Baca: Usai Pidato di Gedung DPR, Setya Novanto Disambut Tepuk Tangan Anggota Dewan
Ketua Umum Partai Golkar ini berharap, supaya dalam masa persidangan ini, hasil kerja Pansus Angket KPK bisa segera dilaporkan.
"Diharapkan pada masa persidangan ini, dapat segera dilaporkan hasil kerja Pansus Angket KPK," kata Novanto.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo masih berharap Setya Novanto yang juga Ketua DPR RI itu hadir dalam pemeriksaan hari ini.
"KPK sangat berharap dan menghimbau Pak SN, hari ini bersedia hadir," ujar Agus saat dikonfirmasi media.
Agus mengatakan, keterangan Setya Novanto sangat dibutuhkan untuk memudahkan penyidikan korupsi KTP elektronik.
Baca: Setya Novanto Memilih Hadiri Rapat Paripurna DPR Ketimbang Diperiksa KPK
Diketahui hari ini merupakan pemanggilan perdana Setya Novanto sebagai tersangka setelah KPK resmi menjeratnya kembali sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP.
Sebelumnya, Setya Novanto sudah tiga kali menolak hadir sebagai saksi dalam kasus tersebut untuk tersangka Anang Sugiana.
Dalam perkara ini, Setya Novanto bersama dengan Anang Sugiana Sudiharjo, Andi Agustinus alias Andi Narogong dan dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp2,3 triliun.
Atas perbuatannya, Novanto dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.