Setya Novanto Hilang, Ini Tanggapan Para Mantan Ketua Umum Golkar
"Agar dapat dipercaya oleh masyarakat. Kalau lari-lari begini bagaimana bisa dipercaya,"
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menghilangnya Ketua DPR RI Setya Novanto saat Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambangin rumahnya membuat para mantan Ketua Umum Golkar bersuara.
Mereka sepakat agar Ketua Umum Golkar Setya Novanto menyerahkan diri kepada KPK.
Mantan Ketua Umum Golkar 2004-2009, yang juga Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla (JK) meminta Setya Novanto untuk taat pada hukum dengan memenuhi panggilan KPK.
Baca: Beredar Kabar Setya Novanto Akan Menyerahkan Diri, Ketua KPK: Itu Masih Rumor
"Agar dapat dipercaya oleh masyarakat. Kalau lari-lari begini bagaimana bisa dipercaya," ujar JK di JI EXPO Kemayoran, Jakarta, Kamis, (16/11/2017).
Penyidik KPK yang menyambangi kediaman Novanto tidak menemui sang ketua DPR tersebut hingga Kamis (16/11/2017) dini hari.
Apa yang terjadi semalam, menurut JK membuat masyarakat bertanya-tanya.
Baca: Panglima TNI Ungkap Asal Usul Pemerintah Amerika Minta Maaf Soal Peristiwa Larangan Masuk Wilayah
Tidak adanya Novanto saat disambangi KPK, membuat wibawa baik itu Partai Golkar maupun aparat penegak hukum dipertanyakan masyarakat.
"Jangan seperti ini. Ini kan tindakan yang membuat tanda tanya untuk semua masyarakat. Bagaimana kewibawaan masyarakat," ucapnya.
JK tegaskan, hilangnya Setya Novanto saat disambangi penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) di kediamannya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (15/11/2017) malam, berdampak besar pada partai Golkar.
Baca: Fahri Hamzah Pertanyakan Sikap KPK: Kenapa Setya Novanto Tidak Difasilitasi Dulu
Bahkan Kalla menyebut hilangnya Novanto tersebut termasuk kampanye negatif bagi Golkar.
"Pasti, pasti (berpengaruh). Semalam itu kampanye negatif untuk Golkar. Sepanjang jam 10 sampai itu, itu kampanye negatif bagi golkar," kata JK.
Untuk itu JK menyerahkan kepada KPK apakah menunggu Novanto menyerahkan diri atau aktif memburu ketua DPR tersebut.
Bukan hanya JK, penggantinya sebagai Ketua Umum yakni Aburizal Bakrie juga mengimbau agar Setya Novanto menyerahkan diri ke KPK.
Baca: Cerita Sopir Ketika Antar Badrun Bawa Bingkisan, Cium Bau Mayat Seperti Cucian Belum Kering
Hal ini disampaikan Ketua Dewan Pembina Partai Golkar ini, usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi bagi Setya Novanto di KPK, Kamis (16/11/2017) sore.
Ical juga berharap Setya Novanto kooperatif dan menghormati proses hukum yang berjalan di lembaga pimpinan Agus Rahardjo tersebut.
"Ya paling bagus kan begitu ya (menyerahkan diri)," kata Ical.
Ditanya soal dimana keberadaan Setya Novanto dan kapan terakhir kali komunikasi?
Ical mengaku tidak tahu keberadaan Setya Novanto dan sudah lama tidak berkomunikasi dengan Setya Novanto.
"Mana saya tahu, sejauh ini belum ada komunikasi," kata Ical.
Jauh sebelum itu, mantan Ketua Umum Golkar sebelum JK, Akbar Tandjung telah mengungkapkan kegusarannya yakni Partai Golkar terancam kiamat pada Pemilu 2019 mendatang.
Baca: Mahfud MD Sebut Ejekan Meme Soal Setya Novanto Menyakitkan
Menurut Akbar Tanjung, status tersangka yang disandang Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto bakal memperpuruk perolehan suara parta di Pemilu 2019.
Seorang ketua umum tegas Akbar Tanjung, sangat berperan dalam menentukan keberhasilan dan mempengaruhi opini publik terhadap partai.
"Kalau pemimpinnya di mata publik, katakanlah tidak acceptable, bisa mengakibatkan tren publik terhadap Golkar juga mengalami penurunan," tegas Akbar Tanjung di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (14/11/2017).
Akbar Tanjung menjelaskan sejak reformasi, Golkar selalu mengalami tren penurunan dalam menempatkan kadernya di legislatif.
Terlebih dirinya mendengar elektabilitas Golkar saat ini ada di angka 7 persen.
"Kalau di bawah 4 persen boleh dikatakan, ya dalam bahasa saya, bisa terjadi kiamat di partai Golkar ini," ujar Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar itu.
Bila hal ini terjadi, imbuhnya, untuk pertama kalinya partai berlambang Beringin itu gagal memiliki wakil di DPR.
Padahal tegasnya, di era Orde Baru, perolehan kursi Golkar selalu ada di atas 60 persen.
"Bayangkan, kalau sampai di bawah 4 persen berarti tidak punya hak untuk mempunyai anggota di DPR. Wah ini yang saya takutkan," demikian kecemasan Akbar Tanjung.
Karena itu, Akbar Tandjung mendesak agar Setya Novanto diganti dari posisinya sebagai Ketua Umum Partai Golkar.
Karena menurut Akbar Tanjung, pergantian ketua umum partai adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan Partai Golkar.
Apalagi dia mengingatkan, posisi Setya Novanto di pucuk pimpinan partai bakal berdampak pada citra Partai Golkar di mata pemilih.
Bukan hanya itu Akbar Tandjung juga engungkapkan kecemasannya perolehan suara Partai Golkar tak bisa memenuhi parliamentary threshold sebesar 4 persen suara.
Itu artinya, Partai Golkar terancam tak bisa mengirim wakilnya duduk di DPR.
Ia meminta kader dan pengurus berbenah untuk memperbaiki citra partai.
Menurut dia, elektabilitas Golkar tengah menurun.
Pergantian ketua umum dianggap tepat bila memang diperlukan.
Diketahui, usai tidak hadir panggilan pertama sebagai tersangka korupsi e-KTP, Rabu (15/11/2017) kemarin, malam harinya KPK lalu mengeluarkan surat perintah penangkapan pada Setya Novanto.
Ketika penyidik tengah berupaya menjemput paksa Ketua Umum Partai Golkar itu lantaran dianggap tidak kooperatif di kediamannya, jalan Wijaya, Jakarta Selatan, ternyata Setya Novanto tidak ada di rumahnya.
Hingga kini penyidik belum menemukan titik terang terkait keberadaan Novanto.
KPK bahkan mengancam akan menerbitkan surat Daftar Pencarian Orang (DPO) jika dalam 1x24 jam, Setya Novanto tidak segera menyerahkan diri.