Brigjen Pol (Purn) Victor: KPK Seharusnya Bisa Antisipasi Drama Setya Novanto
Upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menindak Ketua DPR RI, Setya Novanto, sudah menjadi seperti drama seri.
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menindak Ketua DPR RI, Setya Novanto, sudah menjadi seperti drama seri.
Berkali-kali Setya Novanto alias Setnov gagal diperiksa KPK terkait kasus dugaan korupsi e-KTP.
Bahkan KPK sampai harus dua kali menetapkan status tersangka ke Setnov, karena pada upaya pertama, lembaga anti rasuah itu kandas di praperadilan.
Baca: Ke Luar dari RSCM, Setya Novanto Gunakan Kursi Roda
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Tipideksus) Mabes Polri, Brigjen Pol (Purn) Victor Edison Simanjuntak, menganggap KPK punya banyak cara untuk menghindari drama ini.
Menurutnya, KPK juga tidak harus berkali-kali menetapkan status tersangka ke Setnov. Hal itu bisa dilakukan jika KPK mau menghindari kegaduhan.
"Ya itu lah, jangan menetapkan status tersangka di televisi, orang sakit hati lho," ujarnya kepada wartawan di sebuah kantor Lembaga Swadaya Masyarkat (LSM), di bilangan Pancoran, Jakarta Selatan, Minggu (19/11/2017)
Victor Edison Simanjuntak mengaku selama menjadi penyidik, tidak pernah mengumumkan status tersangka seseorang melalui konfrensi pers.
Menurutnya, penyampaian informasi mengenai status tersangka seseorang, harus dilakukan melalui surat panggilan kepada si tersangka.
"Nanti orangnya datang, penasihat hukumnya bilang ke wartawan ini dipanggil sebagai tersangka, lalu ada yang tanya saya, ini sudah tersangka, saya jawab iya, dan yang mengumumkan pertama kali adalah penasihat hukumnya," katanya.
Juli lalu, KPK menetapkan status terangka kepada Setnov. Namun status itu kandas melalui putusan sidang praperadilan yang digelar di Pangadilan Jakarta Selatan, pada 20 September lalu.
Pengadilan menganggap proses KPK tidak patut, karena Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) dan penetapan tersangka dilakukan di hari yang sama.
Pekan lalu, Setnov kembali ditetapkan sebaga tersangka untuk kasus yang sama, dan sang ketua DPR kembali mengajukan praperadilan. Selain itu, ia juga kembali harus dirawat di rumah sakit, seperti yang pernah ia lakukan sebelumnya.
Menurut Victor Edison Simanjuntak, bukti yang dimiliki KPK sudah cukup untuk menyeret Setnov. Tanpa pemeriksaan dari Setnov, KPK bisa saja menyelesaikan berkas, dengan menyertakan keterangan bahwa sang tersangka menolak dipanggil.
"Kan KPK penyidiknya dia, jaksanya juga dia, langsung serahkan ke pengadilan, keluar tanggal sidang, batal itu praperadilan," ujarnya.
"Kenapa itu tidak dilakukan, saya tidak tahu, apakah ada udang di balik tempe, saya tidak tahu," katanya.