Tolak Lengser, Novanto Tulis Dua Surat Bermaterai Untuk Golkar dan DPR
Surat dari Setya Novanto menjadi alasan tak perlu ada pergantian Ketua DPR untuk saat ini.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ketua DPR dan Ketua Umum DPP Golkar Setya Novanto menulis dua surat dari dalam tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Surat tulisan tangan yang masing-masing bermeterai Rp 6.000 itu ditandatangani Selasa (21/11/2017).
Satu surat ditujukan kepada pimpinan DPR RI dan satu surat lagi kepada DPP Partai Golkar.
Baca: Inilah Prajurit-prajurit Dari Satuan Elit TNI AD Yang Membebaskan Sandera di Papua
Baca: Sosok Si Cantik Deisti Tagor, Istri Setya Novanto yang Belum Banyak Diketahui
Intinya, Novanto menolak dilengserkan dari kedua jabatannya di DPR maupun di Golkar.
Ia bersikukuh meminta diberi kesempatan untuk membuktikan dirinya tidak bersalah.
Seperti diketahui, Novanto ditahan di Rutan KPK pada Senin (20/11) dini hari.
Ia harus menjalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus korupsi proyek e-KTP. Akibat perbuatannya bersama sejumlah pihak tersebut, negara diduga dirugikan Rp 2,3 triliun pada proyek Rp 5,9 triliun tersebut.
Dalam suratnya kepada pimpinan DPR, Novanto menulis: "Bersama dengan ini saya selaku Ketua DPR RI sedang menghadapi kasus hukum proyek e-KTP yang disidik KPK. Saya meminta pimpinan DPR lainnya dapat memberikan kesempatan saya untuk membuktikan tidak ada keterlibatan saya," katanya.
"Dan untuk sementara waktu tidak diadakan rapat pleno sidang MKD terhadap kemungkinan menonaktifkan saya baik selaku Ketua DPR maupun selaku anggota dewan," tambahnya.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengaku telah menerima surat dari Ketua DPR Setya Novanto yang meminta Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk tidak menggelar sidang etik terhadap dirinya.
Fahri mengatakan, surat dari Setya Novanto menjadi alasan tak perlu ada pergantian Ketua DPR untuk saat ini.
Sebab, pergantian Ketua DPR membutuhkan surat keputusan yang ditandatangani oleh Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Partai Golkar.
"Karena Beliau masih ketua umun yang sah, maka tentu sesuai dengan Undang-Undang MD3 tidak akan ada surat dari DPP (Dewan Pimpinan Pusat) Partai Golkar yang mengusulkan pergantian pimpinan," kata Fahri, melalui pesan singkat, Selasa (21/11).
Ia mengatakan, MKD belum bisa menggelar sidang terkait dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Novanto karena Undang-Undang No 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, DPD mengharuskan proses tersebut dilakukan ketika sudah berstatus terdakwa.
Tunjuk Plt
Sementara itu dalam suratnya kepada DPP Partai Golkar, Novanto menulis: "Yth DPP Partai Golkar. Bersama ini disampaikan. Tidak ada penyerahan/pemberhentian sementara/permanen terhadap saya selaku Ketua Umum Partai Golkar. Dan untuk sementara saya tunjuk Plt Ketua Umum Idrus Marham, Plt Sekjen Yahya Zaini atau Aziz Syamsuddin. Demikian harap dimaklumi."
Ketua Harian Partai Golkar Nurdin Halid memastikan surat Novanto tersebut disampaikan dalam rapat pleno DPP Golkar di kantor DPP Partai Golkar, di Jakarta Barat, Selasa (21/11).
"Tapi kami tidak terpengaruh dengan surat apapun, karena sudah diputuskan, rapat pleno inilah yang memiliki kewenangan sesuai dengan anggaran dasar," kata Nurdin di sela-sela rapat yang tengah diskors.
Korbid Pemenangan Pemilu Partai Golkar Yahya Zaini mengatakan, ditunjuknya Plt Ketua Umum memang tidak akan melengserkan Novanto dari pucuk pimpinan Golkar. Novanto hanya akan berstatus nonaktif. "(Novanto) Tetap Ketum," ucap Yahya.
Tunggu praperadilan
Di internal Partai Golkar sendiri sejumlah pengurus DPP Partai Golkar belum menginginkan Setya Novanto digantikan posisinya sebagai ketua umum partai.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Ace Hasan Syadzily menuturkan, dalam rapat pleno yang berlangsung Selasa (21/11) berkembang usulan untuk menunggu hasil sidang gugatan praperadilan yang diajukan Novanto.
"Sebagian di antara pengurus DPP mengatakan bahwa Pak Setya Novanto punya hak sebagai warga negara untuk mencari keadilan. Menurut proses hukum, beliau diberi kesempatan untuk bersidang, untuk praperadilan tersebut," ujar Ace di sela rapat pleno DPP.
Gebrak meja
Rapat pleno DPP Golkar kemarin berlangsung alot dan panas. Bahkan sempat terdengar suara gebrakan meja hingga delapan kali saat rapat berlangsung.
Dalam rapat yang berlangsung tertutup itu, tidak terlihat siapa saja yang menggebrak meja ketika diskusi berlangsung.
Suara gebrakan terdengar hingga ke depan ruang rapat, disambar dengan suara teriakan dari pengurus DPP Golkar.
Terdengar suara bahwa seharusnya forum menjawab apakah Setya Novanto masih menjadi Ketua Umum Partai Golkar yang sah atau tidak.
"Sekarang dijawab dulu, Pak Setya Novanto masih ketua umum sah atau tidak?" demikian suara yang terdengar dari dalam ruangan rapat, disambut dengan tepuk tangan yang lain.
Ketika ditemui, tidak ada pengurus Golkar yang bersedia mengonfirmasi siapa saja yang menggebrak meja saat rapat.
Ketua DPP Golkar Zainudin Amali bahkan membantah ada gebrakan meja seperti yang terdengar dari depan ruang rapat.
Dia menjelaskan suara itu berasal dari piring dan gelas yang sempat terjatuh. Suasana di dalam ruangan, katanya, sangat cair.
"Ah salah dengar kali. Itu cuma gelas saja kok. Kita sangat cair di dalam. Ketawa-ketawa. Nggak ada itu gebrak-gebrak meja," katanya.
Ketua DPP Golkar lainnya, Agus Gumiwang mengatakan suasana rapat sangat dinamis. Perbedaan dan perdebatan dari pengurus dianggap sebuah kewajaran.
"Ada perdebatan keras, ada. Tapi, masing-masing punya perbedaan, perdebatan dan punya persepsi sendiri. Saya kira masih wajar. Caranya masih tetap demokratis," ucapnya.
Setelah melewati perdebatan alot, semalam, rapat pleno Partai Golkar memutuskan menunjuk Sekjen Idrus Marham sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum Golkar.
Namun status pelaksana tugas itu hanya sementara, menunggu hasil praperadilan yang diajukan Novanto.
Sangat layak
Hingga Selasa kemarin, genap tiga hari Novanto mendekam di tahanan KPK. Selama berada di dalam tahanan, Novanto mengaku rutan KPK sangat layak dan ia pun merasa betah.
"Beliau bilang rutan di sini (KPK) sangat baik. Sangat layak tempatnya dan sangat ramah terhadap tahanan. Soal fasilitas juga sudah lebih dari cukup," ujar kuasa hukumnya Fredrich Yunadi, kemarin.
Bahkan diungkapkan Setya Novanto, kondisi dan fasilitas di rutan KPK yang baru diresmikan beberapa bulan lalu sangat baik dibandingkan dengan beberapa rutan lainnya yang pernah dia kunjungi.
"Dia sampaikan juga kalau fasilitas disini lebih dari cukup dibandingkan rutan yang pernah dia tinjau," ujar Fredrich.
Tidak hanya fasilitas tahanan yang baik, untuk keperluan makan kata Fredrich juga melimpah.
Fredrich menyebut sejauh ini keluarga belum mengirimkan makanan karena makanan di KPK sudah cukup. "Enggak mengirim makanan karena makanan disini memadai, lebih dari cukup," ujarnya.
Saat ditanya, apakah keluarga sudah menjenguk Novanto di tahanan, Fredrich menyebut belum. Sejauh ini baru kuasa hukum yang mengunjungi Setya Novanto di rumah tahanan (Rutan) KPK. (ter/wly/Kompas.com/Tribun/rio)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.