Catatan dari PPSA XXI Lemhannas RI: Ketika Sipil dan Militer Jatuh Cinta
Ada beberapa catatan yang dapat dikutip dari pengalaman hidup peserta PPSA XXI 2017 Lemhanas RI dari kalangan sipil dan militer. Ini ceritanya.
Editor: Y Gustaman
![Catatan dari PPSA XXI Lemhannas RI: Ketika Sipil dan Militer Jatuh Cinta](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/aspers-kasad-mayjend-tni-subiyanto_20171127_225511.jpg)
“Sekalipun demikian, mereka dapat bergerak cepat dalam menyelesaikan tugas yang sebenarnya merupakan makanan sehari-hari ketika mereka masih berpangkat perwira. Itu yang membuat kami kagum. Sementara kami yang sipil, harus menyesuaikan dengan ritme metode pengajaran yang baru di Lemhannas. Yang membuat saya jatuh cinta adalah, para jenderal tidak segan-segan membantu kami yang sipil dalam mengerjakan tugas atau ketika menemukan kesulitan,” ujar Thomas Jusman.
Sambil berseloroh, hal senada diungkapkan Muhammad Hanafi, Ketua Koordinator Bidang Kajian Pertambangan dan Komunikasi Antar Lembaga DPP Perhapi.
“Kalau TNI/Polri selalu tepat waktu dalam mengumpulkan tugas, walau isinya gimana nanti. Sementara kalau sipil, jika ngumpulin tugas selalu terlambat, tapi isinya lumayan dan banyak terobosan. Tetapi, karena sering kalah dalam deadline, akhirnya saya menyiasatinya dengan ngumpulkan tugas dulu. Jika dirasa ada yang salah atau kurang, pada hari H sebelum paparan, bahan paparan ditukar dulu dengan permohonan maaf kepada tutor. Tingkat disiplin, kerapian dan tepat waktu adalah tiga hal yang dapat diambil teladannya dari mereka. Mereka tidak pernah menuntut ataupun menyia-nyiakan sesuatu pemberian. Mereka selalu mengatakan, jalani saja apapun perintahnya,” ujar Hanafi.
Menurut Arissetyanto Nugroho, Rektor Universitas Mercu Buana, ada pelajaran yang dapat dipelajari rekan-rekan sipil dari rekan TNI/Polri. Ketika akan dimulai sesi video conference (vicon), kelompoknya dikumpulkan di suatu tempat oleh salah satu rekan jenderal.
![Brigjen Pol Teddy Minahasa (Tim Ahli Wapres) Lemhanas](http://cdn2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/brigjen-pol-teddy-minahasa-tim-ahli-wapres-lemhanas_20171127_230201.jpg)
Di tempat itu, mereka berdiskusi bersama dan bagaimana vicon itu dapat berlangsung dengan lancar dan tepat sasaran.
“Pelajaran yang dapat diambil adalah, militer selalu mempersiapkan segala sesuatunya dengan detil dan rinci. Dan pada eksekusi hari H, rekan-rekan TNI atau Polri menjawab dengan to the point, dan sesuai dengan waktu yang diberikan,” ujar Aris.
Cerita lucu datang dari AM Putut Prabantoro. Ketua Presidium Bidang Komunikasi Politik Ikatan Sarjana Katolik (ISKA) ini mengatakan, dia harus membiasakan diri beradu dahi ketika bersalaman dengan para jenderal.
Harus diakui, dahi rekan-rekan jenderal lebih keras karena terlatih. Bahkan rekan-rekan jenderal terkadang sengaja menggunakan tenaga ketika beradu dahi.
“Lha... sekalipun agak sedikit sakit tapi akhirnya terbiasa juga... dahi sipil akhirnya seperti dahi militer, sama-sama keras. Saya selalu, setiap kali bersalaman saya merangkul rekan-rekan jenderal sebagai tanda penghormatan saya kepada mereka. Dan karena itulah, saya merasa mendapat perlakuan yang sama dari mereka. Tidak ada rasa angkuh dari mereka, bahkan menurut saya, mereka sangat rendah hati. Saya kira di masa mendatang, interaksi sipil dan militer di segala bidang harus menyatu dengan visi yang sama. Tantangan dan ancaman terhadap negara Indonesia di masa mendatang menuntut interaksi yang solid antara sipil dan TNI/Polri,” ujar Putut Prabantoro.