Inilah Nama Perwira TNI AU yang Berpeluang Jadi KSAU Gantikan Marsekal Hadi
Hingga kini masih terdapat para perwira yang lebih 'senior' dari Marsekal Hadi. Mereka berasal dari lulusan Akabri Udara 1983, 1984, dan 1985.
Penulis: Malvyandie Haryadi
Dedy Permadi adalah perwira TNI AU kelahiran Tasikmalaya, Jawa Barat, 3 April 1963.
Dedy Permadi sudah pernah menjabat 4 pos penting di posisi bintang dua.
Mulai dari Gubernur Akademi Angkatan Udara, Asisten Pengamanan (Aspam) KSAU yang membawahi bidang intelijen, Asisten Personel (Aspers) KSAU, hingga Aspers Panglima TNI yang kini diembannya.
Sebelumnya Dedy Permadi juga pernah menjabat sebagai Komandan Lanud Atang Sendjaja Bogor.
Alumni 1984
Perwira yang juga berpeluang menjadi KSAU dari angkatan ini adalah Marsdya Bagus Puruhito yang kini menjabat sebagai Wakil Gubernur Lemhanas.
Bagus tercatat pernah menjabat sebagai Pangkoopsau I, Asops Kasau dan sebagai Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU).
Hanya saja, dari penilaian politis, kans Marsdya Bagus untuk menjadi orang no 1 di TNI AU terbilang kecil, lantaran ia pernah menjadi Ajudan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.
Selain Bagus, ada juga nama Marsda M Syaugi, peraih Adhi Makayasa yang kini menjadi Kepala Basarnas (Jabatan bintang 3). M Syaugi tercatat pernah menjabat Dirjen Renhan Kemhan RI.
Alumni 1983
Meski mayoritas perwira lulusan tahun ini sudah pensiun, masih ada nama Marsekal Madya TNI Hadiyan Sumintaatmadja.
Pria kelahiran Salatiga, Jawa Tengah, 5 Januari 1961 ini pernah menjabat Wakil KSAU sebelum dimutasi menjadi Sekjen Kementerian Pertahanan RI.
Hanya saja karena faktor regenarasi, peluang Hadiyan tidak sebesar nama-nama lain. Apalagi lulusan 83 sudah pernah ada yang menjabat KSAU, yakni Marsekal Agus Supriatna.
Nah, dari nama-nama di atas, siapa yang berpeluang menjadi KSAU menggantikan Marsekal Hadi?
Melihat kedekatannya dengan Marsekal Hadi dan berasal dari "lifting" atau angkatan yang sama, nama Yuyu Sutisna mempunyai kans paling besar.
Namun keputusan ada di tangan Presiden Jokowi. Siapapun bisa terpilih, termasuk mereka yang masih berpangkat bintang dua. Presiden memiliki hak prerogatif untuk memilih kepala staf angkatan.