Negara Semakin Dirugikan Jika Munaslub Golkar Semakin Lama Digelar
"Dengan alasan apapun, lembaga legislatif kita tidak boleh disandra oleh kepentingan dan atau kekuatan politik apapun,"
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Golkar harus sedcepatnya digelar.
Pengamat Komunikasi Politik Nasional dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing mengatakan jika waktu Munaslub Golkar semakin lama diselenggarakan negara semakin dirugikan.
Ditambah lagi, kata dia, sudah tiga pekan lebih negeri ini dibiarkan tanpa keberadaan Ketua DPR RI di Senayan.
"Dengan alasan apapun, lembaga legislatif kita tidak boleh disandra oleh kepentingan dan atau kekuatan politik apapun, termasuk kekuatan politik partai, faksi, apalagi oleh karena kepentingan politik individu di elit politik Golkar," kata Emrus Sihombing kepada Tribunnews.com, Jumat (8/12/2017).
Baca: Akbar Tandjung Tak Menampik Stigma Politik Uang Dalam Pemilihan Ketua Umum Golkar
"Ini tidak boleh terjadi sama sekali," kata Emrus Sihombing lebih lanjut.
Karena itu, kata dia, sesuai dengan UU MD3, Golkar harus bertanggungjawab atas "kekosongan" jabatan Ketua DPR-RI.
Untuk itu, lanjutnya, Golkar harus segera menyelenggarakan munaslub untuk memilih dan menentukan kepengurusan baru di tubuh Golkar.
Baca: Dedi Mulyadi Tidak Setuju Penentuan Calon Kepala Daerah Tersentralistik di DPP Golkar
Demi mengedepankan kepentingan negara, kata dia, Munaslub sejatinya harus dilakukan hari Minggu ini, 10 Desember 2017 untuk menetapkan kepengurusan baru di Golkar.
Esok harinya, Senin (11/12/2017), pengurus baru tersebut dapat menetapkan Ketua DPR-RI yang baru.
"Di Golkar, menurut saya, masih ada kader yang memiliki kompotensi dan integritas kukuh yang dapat "menakodai" lembaga legislatif kita, seperti Zainudin Amali yang saat ini menjadi Ketua Komisi II," ucapnya.
Senada, politikus Partai Golkar Ahmadi Noor Supit menilai, DPP Golkar harus segera menyelenggarakan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) untuk merespons usulan DPD I.
Baca: Politikus Senior Golkar: Soal e-KTP Itu Bukan Kerjaan Golkar Sendiri, Itu Kerjaan Ramai-ramai
Sebab, sudah memenuhi syarat 2/3 jumlah DPD seperti tercantum dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai.
"Dalam keadaan apapun kalau ada permohonan 2/3 dari DPD I maka wajib hukumnya DPP untuk melaksanakan," kata Supit, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (8/12/2017).
Saat ditanya soal bagaimana jika masih ada beberapa elite partai yang bersikeras berpegang pada hasil pleno 21 November 2017, Supit menegaskan, hal itu tidak bisa dilakukan.
Baca: Usai Bertemu Dewan Kehormatan, DPD I Golkar Menemui Dewan Pakar
Menurut dia, DPP Golkar bisa dibekukan jika tak melaksanakan usulan tersebut.
Adapun, rapat pleno Golkar pada 21 November salah satunya memutuskan untuk menunggu hasil praperadilan Setya Novanto sebelum memutuskan apakah akan melaksanakan Munaslub atau tidak.
"Enggak bisa (berpegang pada pleno 21 November). DPP bisa dibekukan kalau tidak melaksanakan. Karena sudah 2/3. Itu dalam keadaan apapun. Dalam keadaan normal sekalipun," kata mantan Ketua Komisi XI DPR itu.
Mengenai status Novanto sebagai Ketua Umum Partai Golkar, Supit mengklaim sejumlah kader menginginkan agar Novanto berbesar hati mundur dari jabatannya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.