Saatnya Para Stakeholder Ikut Gerakan Restorasi Mangrove
Ia memaparkan, seluruh Indonesia sebagai negara kepulauan di daerah beriklim tropis memiliki hutan Mangrove seluas 3,2 juta hektar.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Hutan Mangrove sudah diakui mempunyai nilai ekonomi yang besar bagi masyarakat dan fauna yang ada di sekitarnya. Tidak hanya untuk mencegah erosi dan abrtasi pantai, atau tempat wisata. Tapi Hutan Mangrove juga merupakan tanaman yang sangat efekltif dalam penyerapan emisi CO2.
“Nilai ekonomisnya bermacam-macam. Bisa sebagai pangan, Anti Oksidan dan merupakan energi terbarukan yang berasal dari tanaman non pangan khususnya pada buahnya,” ucap Franciscus Welirang, Dewan Komisaris TNC (The Nature Conservancy) dalam Diskusi Mangrove Ecosystem Restoration Allience (MERA) yang berlangsung, Selasa (12/12) di Jakarta.
Ia memaparkan, seluruh Indonesia sebagai negara kepulauan di daerah beriklim tropis memiliki hutan Mangrove seluas 3,2 juta hektar.
Akan tetapi, 1,9 juta hektar sudah rusak. Hutan Mangrove di Indonesia kini tidak luput dari permasalahan lingkungan. Akibat pengelolaan yang buruk, ekosistem hutan mangrove di pesisir pantai terancam punah sehingga akan mempercepat proses abrasi pantai dan dalam beberapa tahun kedepan
Padahal sangat banyak dan besar manfaatnya untuk kehidupan. Tidak hanya untuk hari ini tapi juga masa depan.
“Maka Restorasi Mangrove sangatlah penting dan menjadi perhatian semua pihak. Tidak bisa hanya Pemerintah dan atau sekelompok orang yang bergerak. Tapi butuh kepedulian dan kerja sama dari seluruh stakeholders yang ada termasuk para NGO. Kita butuh kesadaran dan gerakan bersama untuk Gerakan Retstorasi Mangrove,” tegas Franciscus yang dikenal dengan sebutan Franky Welirang ini.
Franky menegaskan, di wilayah DKI Jakarta yang sangat padat penduduknya dan terus bertambah, terdapat Hutan Mangrove Angke Kapuk, yang terletak di Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara dengan total luas 327,70 hektar.
“Kawasan Hutan Mangrove angke Kapuk ini memiliki 3 fungsi yakni, Fungsi Lindung (Hutan Lindung Angke Kapuk) seluas 44,76 ha, Fungsi Konservasi (Suaka Margasatwa Muara Angke) seluas 25,02 ha dan Taman Wisata Alam Angke Kapuk seluas 99,82 ha, dan Fungsi Produksi seluas 147 ha, yang mana sekitar 15 ha sudah dikembangkan oleh Pemprov DKI menjadi kawasan Ekowisata Mangrove dan 10,51 ha akan diproyeksikan sebagai tempat koleksi tanaman mangrove yang ada di buku dan koleksi mangrove nusantara untuk penelitian.
Beberapa lokasi Hutan Mangrove di DKI Jakarta ini akan dilakukan perbaikan, penambahan saranan prasarana, penambahan luas, koleksi tanaman, sehingga semakin memiliki nilai ekonomi. Termasuk untuk penelitian dan wisata edukasi.
“Restorasi Hutan Mangrove di DKI Jakarta bisa menjadi referensi untuk Gerakan Nasional Restorasi Mangrove Indonesia. Ada saja kendala yang dihadapi, termasuk dalam hal investasi yang cukup besar. Karena itulah butuh dukungan dan koordinasi antar kementerian, pemerintah pusat dan daerah. Dan ini sesuai amanat dari Keppres Nomor 37 Tahun 2014, “ kata Franky.