Ketua Umum PBNU Minta Buang Buku Pelajaran SD yang Sebut 'Yerusalem Ibu Kota Israel'
Said Aqil Siradj, meminta pemerintah agar menarik peredaran buku pelajaran SD yang mencantumkan Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj, meminta pemerintah agar menarik peredaran buku pelajaran IPS untuk SD/MI kelas VI yang mencantumkan Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
"Dibredel bukunya. Harus dibuang. Bukan salah cetak itu," tutur Said, kepada wartawan, Jumat (15/12/2017).
Sebelumnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima laporan dari masyarakat berupa kiriman foto buku IPS yang diterbitkan Yudistira.
Beberapa waktu kemudian, KPAI kembali menerima laporan yang sama tetapi berbeda penerbit, kali ini penerbit Intan Pariwara.
Para pelapor mengirim foto berupa sampul; halaman awal yang menyebutkan tahun terbit, penerbit, diperbanyak/dicetak, nama penulis; serta halaman materi negara-negara Asia.
Baca: Kemendikbud Ralat Buku Pelajaran SD yang Sebut Yerusalem Ibu Kota Israel
Kedua buku, yang diperbanyak oleh Yudistira maupun Intan Pariwara sudah diterbitkan antara 2009 atau 2010.
Berdasarkan temuan KPAI, kedua buku itu ditulis oleh penulis yang sama, yaitu Irawan Sadad Sadiman dan Shandy Amalia. Pada sampul kedua buku tersebut tertulis Buku IPS kelas VI Sekolah Dasar (SD) /Madrasah Ibtidaiyah (MI) dengan logo tertulis “sesuai standar isi 2006” dan logo “buku bse”.
Program buku Sekolah Elektronik atau yang lebih dikenal dengan sebutan “buku bse” adalah program yang diluncurkan pada era pemerintah Presiden SBY dengan Mendiknas Muhamad Nuh.
Dalam program bse kala itu, Kemendiknas melalui Pusat Perbukuan membeli naskah-naskah buku dari para penulis, kemudian diunggah di laman website Kemendiknas dan para penerbit diberikan izin memperbanyak secara gratis.
Buku ini terbit sesuai dengan kurikulum 2006 yang dikenal dengan sebutan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan), artinya buku ini bukan kurikulum 2013, tapi masih dipergunakan hingga saat ini.
Buku yang dicetak para penerbit tersebut kemudian dibeli oleh sekolah atau orangtua peserta didik dan digunakan dalam pembelajaran. Ada indikasi, meski sudah berganti kurikulum 2013, namun ternyata masih banyak sekolah yang menggunakan Kurikulum 2006 “KTSP”.
Berdasarkan penelusuran, buku-buku itu diterbitkan oleh negara. KPAI menyimpulkan buku-buku diterbitkan secara resmi oleh negara dalam hal ini oleh Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional pada 2009.
Menurut dia, para penerbit buku, seperti Yudistira, Intan Pariwara, dan lain-lain, mencetak dan memperbanyak buku, lalu dijual. Tujuan pembelian hak cipta nakah buku oleh pemerintah untuk menekan harga buku pelajaran agar murah.
Namun, dia menyayangkan, proses seleksi dan penilaian buku diduga memiliki kelemahan di penelaahan isi dan editan. Untuk mengatasi hal itu dalam waktu dekat, KPAI akan bertemu pihak Kemendikbud.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.