Wabah Difteri Mengancam Bagai Bio Teroris, Vaksinnya Bisa Dibuat di Dalam Negeri
Selama ini vaksin yang digunakan untuk vaksinasi lebih banyak import dari berbagai negara, yang ke halalannya masih diragukan.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWSCOM, JAKARTA -- Pengurus Pusat Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI), meminta pemerintah untuk segera mendorong badan-badan usaha milik negara (BUMN) dan daerah (BUMD) , memproduksi berbagai produk vaksin termasuk serum anti Difteri.
Selama ini vaksin yang digunakan untuk vaksinasi lebih banyak import dari berbagai negara, yang ke halalannya masih diragukan. Selain itu, jika pemerintah masih mengandalkan import, ini sangat membahayakan kesehatan masyarakat dan ketahanan bangsa.
Ketua ILUNI UI yang membidangi masalah kesehatan masyarakat, Dr drg Wahyu Sulistiadi Mars, mengatakan, salah satu penyebab munculnya penyakit difteri adalah belum tuntasnya status halal program imunisasi. Pemerintah perlu memastikan kepada industri farmasi agar melakukan sertifikasi halal produk vaksin.
Jika saat ini belum sempat dilakukan, kemungkinan masih bisa dianggap darurat untuk menyetop perluasan penyebaran bakteri Corynebacterium Diptheriae, akan tetapi untuk memberikan jaminan keyakinan akan halalnya vaksin, perlu dilakukan sertifikasi halal, bahkan untuk semua produk farmasi.
"Sulitnya melakukan sertifikasi halal bagi vaksin-vaksi karena serum atau Vaksin yang kita gunakan untuk imunisasi sebagian besar masih import dari negara-negara non Muslim. Karena itu, salah satu Solusi mengatasi mewabahnya penyakit difteri di masyarakaat saat ini, kami mengusulkan agar pemerintah segera mendorong badan-badan usaha milik negara dan daerah yang bergerak di bidang farmasi memproduksi serum atau vaksin dan produk farmasi lainnya. Sehingga kita bisa mandiri di bidang kesehatan. Tidak bergantung produk vaksin import,” papar Ketua ILUNI UI yang membidangi masalah kesehatan masyarakat, Dr drg Wahyu Sulistiadi Mars, dalam acara diskusi “Tujuh Solusi Pencegahan Difteri” yang diadakan di Sekretariat ILUNI UI, Kampus UI Salemba Jakarta Senin (18/12/2017).
Hadir dalam acara tersebut Ketua Umum ILUNI UI Arief Budhi Hardono, didampingi para ketua ILUNI UI antara lain Taufik Jamaan dan Eman Sulaeman Nasim serta Sekretaris Jenderal (Sekjen) ILUNI UI Andre Rahadian.
Solusi lainnya yang tidak kalah pentingn adalah mengalokasi dana yang lebih besar untuk kesehatan masyarakat. Sudah saatnya sektor kesehatan masyarakat diberikan anggaran yang memadai untuk menginvestasi manusia sehat Indonesia dengan mencegah penyakit,”kata Wahyu Sulistiadi.
Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI ini menilai, penyebab lain semakin meluasnya wabah difteri ini adalah karena masyarakat juga panik menghadapi penyakit ini. Masyarakat panik ketika secara sepihak Badan Penyelanggara Jaminan Kesehatan (BPJS Kesehatan) menyatakan tidak menanggung biaya perawatan dan penyembuhan anggota masyarakat yang terkena wabah penyakit ini.
Salah satu solusi agar wabah penyakit ini tidak meluas, masyarakat dan pemerintah dalam menghadapi sekaligus menghentikannya tidak usah panik. Karena itu, ketika BPJS Kesehatan menyatakan tidak menanggung biaya pengobatan dan pewatannya, maka Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat harus segera mengambil alih biaya pengobatan dan perawatan anggota masyarakat yang menjadi korban dari wabah penyakit ini.
Lebih lanjut, Wahyu Sulistiadi menyebutkan, penyakit infeksi yang dikomandoi bakteri Corynebacterium Diptheriae atau biasa dikenal dengan penyakit Dipteri bisa menyebabkan kematian pada umat manusia yang mengidapnya. Penyakit ini bisa menjadi bio teroris yang lebih dahsyat dari teroris yang selama ini dikenal.
Bio teroris ini siap menyerang kapan saja, terutama ketika kondisi lengah. Jika teroris yang biasa dapat dengan cepat dan tanggap diselesaikan oleh jajaran kepolisian. Dipteri tidak mudah diselesaikan berbagai lembaga dan kementrian jika akar permasalahannya tidak diberikan solusi dengan segera.
“ Penyakit Difteri ini dalam jangka waktu lama sudah tidak muncul. bahkan hampir dikatakan musnah dari permukaan bumi Indonesia. Akan tetapi ketika bangsa ini tidak lagi mempedulikan kesehatan masyarakatnya, penyakit Dipteri ini bisa menghimpun dan menyerang begitu cepat anggota masyarakat kita. Hingga akhir November 2017 menurut Kementerian Kesehatan terdapat 95 kabupaten dan kota dari 20 provinsi telah kemasukan bakteri Corynebacterium Diptheriae menjadi kasus difteri. Secara keseluruhan telah terjadi 622 kasus wabah Dipteri. 32 orang yang menderita Dipteri diantaranya meninggal dunia,” papar Wahyu Sulistiadi.
Menurut Wahyu Sulistiadi, wabah penyakit difteri ini telah menusuk ke 11 ibukota propinsi yang ramai penduduknya. Bahkan karena banyaknya anggota masyarakart yang terkena wabah ini, pemerintah dari berbagai propinsi (Pemprop) telah menyatakannya sebagai kejadian luar biasa Adapun Pemprop yang yang telah menyatakan daerahnya sebagai kejadian luar biasa penyait dipteri antara lain Sumatera Barat, Jawa Tengah, Aceh, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Riau, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur.
Di tempat yang sama, Ketua Umum ILUNI UI Arief Budhy Hardono menambahkan, sebagai bagian dari komponen bangsa, ILUNI UI diminta ataupun tanpa diminta akan memberikan beberapa pemikiran masukan kepada pemerintah untuk mengatasi wadah penyakit dipteri agar segera teratasi dan tidak berulang kembali.
Pemikiran tersebut dikemas dalam 7 (tujuh) SOLUSI ILUNI UI mengatasi mewabahnya difteri. Adapun 7 (tujuh) solusi tersebut selain yang sudah dipaparkan Dr Wahyu Sulistiadi adalah Public Health Emergency . Yakni, Pemerintah perlu cepat dan tanggap mengatasi darurat kesehatan masyarakat, melalui darurat Difteri. Solusi lainnya adalah Health Promotion and Prevention Disease yakni program kesehatan masyarakat berupa promosi kesehatan dan pencegahan penyakit.(*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.