Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ketika Dunia Internasional Melirik Islam Nusantara

Kesimpulan ini disampaikan dalam pemaparan refleksi akhir tahun 2017 yang digelar Islam Nusantara Center (INC), di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Ketika Dunia Internasional Melirik Islam Nusantara
TRIBUNNEWS.COM/TRIBUNNEWS.COM/PUSPEN TNI
Salah satu kegiatan Islam Nusantara. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Islam Nusantara dan berbagai dinamika sejarah dan konteks kekiniannya kian mendapat perhatian dan menjadi fokus kajian dari dunia Internasional.

Beberapa momentumnya antara lain Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama yang meneguhkan identias ‘Islam Nusantara’ dan Muktamar Muhammadiyah dengan ‘Islam berkemajuan’, telah menginspirasi dunia.

Kesimpulan ini disampaikan dalam pemaparan refleksi akhir tahun 2017 yang digelar Islam Nusantara Center (INC), di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kamis (28/12/2017).

Direktur INC A Ginanjar Sya’ban menjelaskan sepanjang 2017, media-media di luar negeri mulai membicarakan Islam Nusantara. Harian al-Arab, koran berbahasa Arab yang terbit di London menurunkan tulisan panjang dengan judul Islam Nusantara Madkhal Indonesia li Mujtama' Mutasamih (Islam Nusantara adalah gerbang Indonesia menuju masyarakat toleran).

Baca: Diplomasi Islam Nusantara, PBNU dan Pagar Nusa Kampanyekan Perdamaian di Malaysia

Selain al-Arab, ungkap Ginanjar, harian terbesar di Mesir Al-Ahramdan al-Masry al-Youm juga memotret Islam Indonesia yang ramah dan toleran, khususnya Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.

Dia menyebut ketika Islam Nusantara menjadi perbincangan di media berbahasa Arab, maka hal tersebut akan menjadi dentuman yang dahsyat. “Pasalnya, dunai Arab saat ini sedang menghadapi tantangan yang cukup serius perihal maraknya ekstremisme dan terorisme,” tutur alumni al-Azhar, Kairo, Mesir ini.

BERITA REKOMENDASI

Bahkan, kata Ginanjar, pada 24 Oktober 2017, Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammad bin Salman bin Abdulaziz berjanji pada kekuasaannya nanti, negaranya bakal menerapkan konsep "Islam moderat dan terbuka", yang ramah bagi semua agama dan juga dunia.

Sang Putra Mahkota tersebut, imbuh Ginanjar, juga meminta dukungan global untuk membantu mengubah wajah "garis keras" di negara kerajaan itu menjadi sebuah negara terbuka, yang bisa memberdayakan semua potensi, dan terbuka bagi investasi asing.

Ginanjar menyebutkan dengan mengusung poros Saudinesia, seorang Dubes RI di Saudi Arabia, Agus Maftuh yang juga dari kalangan santri, meneruskan gagasan A Muhaimin Iskandar sebagai Panglima Santri Nusantara yang menitipkan Islam Nusantara agar makin dipahami dan digandrugi di Timur Tengah.

Penulis buku Masterpice Islam Nusantara Zainul Milal Bizawie mengatakan, upaya dari kalangan umat Islam di Indonesia ini penting karena Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar, tentu akan terpapar dampak reformasi Arab Saudi tersebut.
Setidak-tidaknya, ungkap dia, hal ini terkait erat dengan konfigurasi paham, pola, dan gerakan Islam di Indonesia. Jika ditilik melalui teori pusat (central) dan pinggiran(pheripherial), Arab Saudi adalah kiblat bagi umat Islam.

Menurut Zainul, tidak hanya karena dua kota suci Mekkah dan Madinah berada, tetapi karena posisinya vital bagi perkembangan dan pertumbuhan Islam di Indonesia.


Dalam hal ini, kata dia, sebagai negara pinggiran, apa yang terjadi di pusat sedikit banyak akan mempengaruhi Indonesia sebagai negara pinggir dalam konteks peradaban Islam.

Dia berpandangan isu dan debat keagamaan di Indonesia, setidaknya, sejak dua dekade belakangan, tidak bisa dilepaskan dari isu sosial keagamaan dan politik yang terjadi di Arab Saudi dan Timur Tengah. Di antaranya konflik Israel-Palestina, ketegangan ideologis dan politik antara Sunni dan Syiah, dan yang terbaru perang satelit (proxy war) di Yaman, Suriah, dan Lebanon.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas