Kapolda Irjen Pol Safarudin Bantah Intervensi Parpol terkait Pencalonan Pilkada Kaltim
Pernyataan Hinca Pandjaitan yang mengaku telah diintervensi penegak hukum dan partai tertentu pada Pilkada Kalimantan Timur, dibantah.
Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pernyataan Sekjen Partai Demokrat, Hinca Pandjaitan yang mengaku telah diintervensi penegak hukum dan partai tertentu pada Pilkada Kalimantan Timur, dibantah para pihak yang bersangkutan.
Hinca yang pada Rabu (3/1/2018) malam mengatakan adanya kriminalisasi terhadap calon pasangan gubernur dan wakil gubernur Kaltim, Syaharie Jaang dan Rizal Effendi oleh kepolisian, dibantah Kapolda Kaltim, Irjen Pol Safarudin.
Menurut Safarudin, tidak ada intervensi yang dimaksud oleh Demokrat terkait pencalonan.
Safarudin yang disebut Demokrat telah melakukan intervensi agar berpasangan dengan Syaharie Jaang, menjelaskan hanya berbicara mengenai pencalonan tidak berbicara soal kasus Jaang.
Ditemui di Kantor Mabes Polri, Safarudin juga sempat meminta klarifikasi terkait perlakuan yang dianggap mengintervensi.
Baca: Megawati: Herman HN Kecil-kecil Cabe Rawit
"Kalau maksa, apa kalimat saya, terus dimana tempatnya, harinya apa, enggak ada," ujar Safarudin di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (4/1//2018).
Sebaliknya, kata Safarudin, Jaang telah mengambil formulir ke PDI Perjuangan dan terus memintanya untuk berpasangan di Pilgub Kalimantan Timur.
Hal yang sama ditegaskan oleh Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristianto.
Menurut Hasto, tidak ada sama sekali pemaksaan terhadap Jaang untuk berpasangan dengan siapapun.
Djarot Saiful Hidayat yang sempat menjadi pelaksana tugas ketua DPD Kaltim saat itu, ditegaskan tidak pernah melakukan pemaksaan terhadap partai politik lain.
"Semuanya harus dengan proses yang baik, enggak ada cerita PDIP suka memaksa," kata Hasto.
Meski belum mengumumkan nama yang akan diusung oleh partai berlambang Banteng itu di Kalimantan Timur, tetapi Hasto mengklaim sudah ada beberapa nama yang akan menjadi pilihan, seperti Safarudin, Djarot Saiful Hidayat dan Awang Faruk.
Baca: Awal Tahun Para Pekerja di Jepang Penuhi Kuil Berdoa untuk Keberhasilan dan Kelancaran Rezeki
"Kami belum mengambil keputusan. Tapi, pengumuman akan kami sampaikan pada 7 Januari besok," ujarnya.
Hasto mengatakan tidak perlu sebuah partai politik menguraikan kata-kata melodramatik dan seolah-olah menjadi korban intervensi penguasa.
Bukan tanpa sebab, PDIP jelas Hasto, mengalami hal yang lebih besar dari itu.
Bahkan kantor partai dibakar saat 27 Juli 1996 atau dikenal sebagai peristiwa Kuda Tuli.
Lima tahun lalu, PDIP juga merasa adanya ketidakadilan pada Pilkada Bali yang dinilai dilakukan secara sistematis.
"Tapi kami diam, momen itu menjadikan kami bisa dekat dan berjuang bersama rakyat," tandasnya.
Klaim Kronologi Jelas
Sementara itu, Sekjen Partai Demokrat Hinca Pandjaitan mengatakan bahwa secara kronologis jelas adanya kriminalisasi terhadap Syaharie Jaang dan Rizal Effendi.
Sebelum 25 Desember 2017, Jaang, kata Hinca, telah dipanggil delapan kali di kantor sebuah partai.
Saat itu, Jaang diminta untuk menetapkan pasangannya yaitu Kapolda Kaltim Irjen Pol Safarudin. Tetapi Jaang menolak.
"Setelah itu ditelepon tanggal 25 Desember untuk menjawab pertanyaan yang sama dan Pak Jaang bilang tidak mungkin," jelasnya.
Pada 26 Desember, jelas Hinca, tidak ada angin, tidak ada hujan, seketika ada laporan ke Bareskrim Mabes Polri.
Jaang diminta untuk datang pada 29 Desember 2017 untuk pemeriksaan. Namun, Jaang tidak hadir dengan alasan belum siap.
"Dipanggil lagi kedua kali pada 2 Januari kemarin, tetapi kami belum siap untuk berkas-berkasnya. Lalu, tanggal 3 Januari baru kami mendampingi untuk pemeriksaan," jelasnya.
Jika dihitung waktu, kata dia, terkesan ada pemaksaan kasus yang menurutnya sudah selesai beberapa waktu lalu. Sehingga, tidak ada lagi yang perlu dijelaskan.
Namun begitu, jelas Hinca, pihaknya akan tetap menghormati proses hukum yang sedang berjalan.
Serta meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk melakukan sesuatu atas kasus tersebut. (rio)