Partisipasi Anggota TNI-Polri di Pilkada Adalah Pelanggaran
Anggota TNI berdasarkan pasal 32 ayat 2 UU nomor 34 tahun 2002, dilarang untuk terlibat aktivitas politik praktis.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berpartisipasinya sejumlah anggota TNI-Polri aktif di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), adalah sebuah pelanggaran menurut Direktur Eksekutif Imparsial, Al Araf.
Pasalnya anggota dari kedua lembaga tersebut oleh undang-undang (UU) dilarang berpartisipasi dalam politik praktis.
Anggota TNI berdasarkan pasal 32 ayat 2 UU nomor 34 tahun 2002, dilarang untuk terlibat aktivitas politik praktis.
Sementara anggta Polri beradasarkan Pasal 28 ayat UU nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, di larang untuk melakukan hal yang serupa.
"Mereka yang aktif yang ikut pilkada saat ini, mengandalkan aturan terkait Pilkada, yang hanya mensyaratkan surat pengunduran diri. Aturan itu bertentangan dengan aturan yang ada terkait TNI dan Polri," ujarnya kepada wartawan di kantor Kontras, Jakarta Pusat, Selasa (9/1/2017).
Mereka yang masih aktif yang berpartisipasi dalam Pilkada antara lain adalah Letjen TNI Edy Rahmayadi, yang sampai hari ini masih menjabat sebagai Pangkostrad.
Ia diusung oleh Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Amanat Nasioal (PAN) sebagai Calon Gubernur Sumatera Utara.
Baca: Ada yang Coba Gagalkan Djarot Maju di Sumut
Selain itu ada juga Irjen Pol Murad Ismail, Kepala Korps Brimob Polri yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebagai Calon Gubernur Maluku.
Anggota Polri lain yang berniat maju di Pilkada adalah Kapolda Kaltim Irjen Pol Safarudin, dan mantan Kapolda Jawa Barat, Irjen Pol Anton Charlyan.
"Harus diingat, yang lebih tinggi adalah hukum lex spesialis, dalam hal ini antara undang-undang TNI-Polri dan pilkada, yang harus diacu adalah undang-undang TNI - Polri," ujarnya.
Kedepannya menurut Al Araf harus dibuat aturan yang lebih tegas atas keterlibatan anggota TNI-Polri aktif dalam politik. Ia menganggap seharusnya dibuat aturan agar siapapun yang terlibat politik praktis, haruslah sudah berstatus purnawirawan.
Selain itu, kedepannya juga harus dipastikan, anggota TNI-Polri yang sudah diusung ikut pilkada, harus dipantau agar tidak memanfaatkan alat negara.
Kordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Yanti Andriyani, dalam kesempatan yang sama menambahkan bahwa para anggota TNI - Polri tersebut, sangat mungkin untuk memanfaatkan kewenangannya sebagai aparat negara, untuk mendulang elektabilitas. Mulai dari pengerahan pasukan untuk mobilisasi masa, hingga pemanfaatkan jabatan untuk lobi politis.
"Dalam hal ini masyarakat harus ikut aktif berperang memantau, agar netralitas TNI dan Polri terjaga. Pilkada ini juga jadi acuan, bagaimana netralitas TNI Polri nanti ketika dua ribu sembilan belas," katanya.